Kuala Lumpur (ANTARA News) - Di tengah kepungan maskapai penerbangan murah dan mahal di pasar perjalanan udara, Malaysia Airlines berbalik melawan dengan rencana pembaruan armada bernilai miliaran dolar untuk menyelamatkan masa depannya.

Para analis mengatakan beberapa tahun belakangan perusahaan itu dikalahkan pesaing baru yang agresif, maskapai penerbangan murah Malaysia AirAsia, sedangkan Singapore Airlines dan lainnya masih tetap menjadi pesaing hebat di sektor bisnis itu, lapor AFP.

Beberapa tahun lalu Malaysia Airlines hidup dengan topangan, dipaksa menjual markas besarnya, memangkas rute-rute yang tidak menguntungkan dan memecat ribuan staf untuk menghindari kebangkrutan.

Pada 2005 maskapai itu mengumpulkan kerugian hingga 1,3 miliar ringgit (386 juta dolar) selama sembilan bulan, kinerja suram yang memaksa dilakukannya reformasi menyeluruh yang mengakibatkan maskapai itu berubah menguntungkan pada 2007.

Kini maskapai milik negara itu sedang berkeinginan membangun pemulihan dengan pesanan enam Airbus superjumbo jarak jauh A380, ditambah 25 Airbus A330-300 dan 45 Boeing 737-800 untuk penggunaan regional, dengan opsi pembelian 10 model AS lagi.

Secara keseluruhan anggarannya mencapai 8,4 miliar dolar.

"Sebelum 2015, kami akan menjadi satu armada termuda di dunia," kata direktur pelaksana armada terbesar itu, Tengku Azmil Zahruddin Raja Abdul Aziz kepada AFP dalam sebuah wawancara.

Perusahaan itu sudah menerima lima Boeing 737-800 dan tiga Airbus A330, sementara A380 pertama akan tiba pada kuartal kedua tahun depan, katanya.

Pesawat jumbo dua lantai itu, pesawat penumpang komersial terbesar di dunia, akan digunakan untuk melayani kota-kota seperti London, tujuan paling menguntungkan maskapai itu di Eropa.

"Apa kami perlu lakukan adalah menjadi maskapai terbaik yang malayani keluar dari Kuala Lumpur," kata Tengku Azmil. "Itulah apa yang ingin kami lakukan."

Pembelian tersebut merupakan bagian dari "strategi multi inisiatif" ambisius mengikutsertakan pengurangan biaya bahan bakar dan pemeliharaan dan pencarian lebih banyak andil pasar, katanya.

"Ini merupakan program besar pengarmadaan kembali. Pesawat baru memiliki efisiensi bahan bakar, rendah biaya pemeliharaan, kehandalan tinggi sehingga kami sebenarnya mampu mengurangi lebih jauh biaya unit. Tujuannya adalah untuk meningkatkan margin."

Namun para pakar penerbangan mengatakan Malaysia Airlines menghadapi terpaan keras.

AirAsia yang diluncurkan kurang dari 10 tahun lalu, kini telah menerbangi 78 destinasi, ditambah armada jarak jauh AirAsia X menjangkau 11 lainnya, sedangkan Malaysia Airlines yang berumur 64 tahun menerbangi lebih dari 110 bandara dalam peta rutenya.

Maskapai murah yang menonjol lainnya termasuk Jetstar Asia juga melayani wilayah tersebut, dan Singapore Airlines mengatakan Mei akan meluncurkan anak maskapai penerbangan murah berjarak menengah-jauh dalam setahun ini.

Yang terpenting dari pasar itu, maskapai milik negara kota dan Cathay Pacific yang berbasis di Hong Kong merupakan operator global utama yang disukai para pebisnis yang melakukan perjalanan.

"Di segmen bisnis, mereka (Malaysia Airlines) tidak dalam posisi bersaing dengan Singapore Airlines" karena jaringannya yang besar, kata Shukor Yusof, seorang analis penerbangan Standard & Poor's Equities Reserach kepada AFP.

"Di sisi ekonomi, mereka kalah dari AirAsia."

"Mutlak,  AsirAsia telah mengalahkan Malaysia Airlines. AirAsia telah memakan bisnis mereka sejak awal."

Shukor, yang berbasis di Singapura, menunjukkan bahwa meskipun dengan 19.000 orang staf, Malaysia Airlines tidak seproduktif AirAsia, yang memiliki sekitar 4.500 karyawan.

"Singkatnya mereka lamban menguasai pasar. Asia berkinerja lebih baik dua atau tiga tahun lalu dan mereka tidak berbuat banyak untuk mengambil keuntungan dari situ," katanya menambahkan.

Namun Chris Eng, kepala riset bersama pialan Malaysia OSK Researcha, menyambut baik pesanan pesawat tersebut dan mengatakan maskapai tersebut harus fokus untuk mencegah kepergian para pelanggannya yang setia.

"Upaya Malaysia Airlines seharusnya mencegah  pendarahan para penumpang yang membayar penuh ke jasa maskapai berbayar penuh yang beroperasi via Singapura atau Bangkok," katanya.

Seperti yang terjadi, Tengku Azmil sepakat. "Dalam pengertian bisnis lalulintas Singapura secara alamiah  memiliki bisnis lalulintas lebih banyak daripada Malaysia. Kami tidak memiliki kursi kelas bisnis sebanyak  Singapore Airlines," katanya.

"Akan menjadi kesalahan bagi kami untuk menjadi seperti Singapore Airlines. Singapore Airlines melayani pasar yang berbeda." (ANT/K004)

Penerjemah: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011