Jakarta (ANTARA News) - ‎​Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seharusnya memerintahkan Polri menangkap semua tersangka koruptor yang lari dari Indonesia.

"Kalau hanya memerintahkan penangkapan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin, Presiden SBY akan dinilai diskriminatif dalam menyikapi kasus hukum," kata anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo kepada ANTARA News, di Jakarta, Minggu.

Saat ini, belasan hingga puluhan WNI yang bermasalah dengan hukum diyakini bersembunyi di sejumlah negara, terutama Singapura.

Jadi, menurutnya, bukan hanya Nazaruddin atau Nunun Nurbaeti, masih ada nama lain seperti Anggoro Widjojo, tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan. Atau,  Bambang Soetrisno dan Adrian Kiki Ariawan dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Artinya, dalam perintahnya kepada Kapolri, fokus tugas mestinya tidak hanya pada penangkapan Nazaruddin, melainkan juga kepada semua tersangka koruptor yang lari dari Indonesia. Sebab, dari para buron itu, negara masih memiliki tagihan yang jumlahnya mencapai puluhan triliun rupiah," kata Bambang.

Karena itu, Presiden SBY dapat mengeskalasi penugasan itu menjadi aksi memburu para tersangka koruptor yang bersembunyi di negara lain.

"Berikan wewenang dan akses kepada Polri dan penegak hukum lain untuk membentuk satuan tugas pemburu para tersangka koruptor," ujar politisi Golkar itu

Ia meenyebutkan, kalau Densus 88 Anti Teror Polri bisa memburu para tersangka teroris, satuan-satuan khusus yang dibentuk Polri pun pasti mampu memburu tersangka koruptor.

Dikatakannya, kalau perburuan Nunun Nurbaeti dilakukan melalui kerja sama dengan interpol, strategi yang sama mestinya bisa diterapkan untuk memburu tersangka koruptor lainnya.

"Kalau paspor Nunun dicabut, cabut juga paspor atas nama tersangka koruptor lainnya. Kalau semua tersangka koruptor diperlakukan sama, tudingan tentang diskriminasi perlakuan kasus hukum atau tebang pilih akan hilang dengan sendirinya," kata Bambang.(*)
(Zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011