Jadi indikator keberhasilan pelaksanaan UU tersebut setidaknya bukan hanya dari kesiapan badan publik sebagai pihak penyedia informasi, melainkan juga dari masyarakat sebagai pengakses.
Bandarlampung (ANTARA News) - Komisi Informasi (KI) Provinsi Lampung meminta seluruh badan publik di daerah itu mendukung Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), dengan tidak menutup akses informasi bagi masyarakat.

"Kondisi di Lampung saat ini menunjukan masih banyak badan publik yang enggan membuka keran informasi mereka untuk publik, kebanyakan karena ketidaktahuan mereka terhadap UU tersebut," kata Ketua komisioner KI Lampung Juniardi, di Bandarlampung, Kamis.

Menurut dia, pemerintah sebagai pihak yang menjadi obyek dari UU KIP, seharusnya lebih membuka diri dan tidak setengah hati dalam mendukung hal tersebut.

Dia melanjutkan, salah satu indikator belum siapnya badan publik dalam pelaksanaan tersebut adalah belum ditunjuknya pejabat penyedia informasi (PPI) di masing-masing instansi, yang bertugas khusus menangani pemberian informasi kepada masyarakat.

Padahal, dia melanjutkan, berdasarkan aturan turunan UU KIP, pembentukan PPI di masing-masing daerah harus sudah terlaksana pada akhir 2010 dan efektif berjalan pada 2011, karena UU tersebut berlaklu sejak 2008.

"Sebenarnya tidak ada masalah apabila tidak ada PPI karena pengakses informasi dapat langsung menghubungi pejabat yang berwenang untuk mendapatkan yang dia inginkan," kata dia.

Meski demikian, dia melanjutkan, dengan memiliki PPI, tugas merangkai dan mengumpulkan informasi yang akan diberikan kepada publik akan lebih ringan dan terkoordinasi.

"Ini semata-mata untuk kepentingan transparansi, agar terbangun sebuah lembaga yang bersih, kredibel, dan transparan," kata dia.

Menurut Juniardi, seharusnya semua pihak memanfaatkan sepenuhnya keterbukaan akses informasi tersebut, sebagai perwujudan dari sistem demokrasi yang dianut di Indonesia.

"Dibandingkan negara lain, keinginan dari publik di Lampung terhadap keterbukaan informasi masih rendah," kata dia.

Juniardi mencontohkan, di India, selama lima tahun sejak UU KIP disahkan, terdapat sedikitnya tujuh juta permintaan mengakses informasi dari masyarakat terhadap badan publik di sana.

Indonesia, dengan jumlah penduduk seperlima India, seharusnya memiliki sedikitnya 1,5 juta permintaan akses dalam periode yang sama hingga 2013 mendatang.

"Jadi indikator keberhasilan pelaksanaan UU tersebut setidaknya bukan hanya dari kesiapan badan publik sebagai pihak penyedia informasi, melainkan juga dari masyarakat sebagai pengakses," kata dia.

UU Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, secara esensi memiliki kesamaan dengan UU yang sama dan berlaku di berbagai negara lain di dunia.

Indonesia, menjadi negara keempat di Asia yang mengadaptasi Undang-Undang tersebut setelah Thailand, Jepang, dan India.

Sementara di dunia, Indonesia menjadi negara ke 118 yang mengadopsi UU tersebut.

(PSO-046)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011