Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Rabu memeriksa lima orang terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Kecamatan Cipayung oleh Dinas Pertamanan dan Kehutanan DKI Jakarta pada 2018.

"Pada hari ini penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta melakukan pemeriksaan beberapa orang saksi guna kepentingan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pembebasan lahan oleh Distamhut DKI Jakarta di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pada 2018," kata Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Ashari Syam di Jakarta, Rabu.

Ashari menjelaskan  kelima orang yang diperiksa oleh Kejati terdiri atas Kasubbag TU pada Dinas Pertamanan dan Kehutanan (Distamhut) DKI Jakarta yang menjabat pada tahun 2018. Kemudian PT Timah selaku pemilik lahan.

Yang ketiga adalah Kepala Satuan Pelaksana Wilayah I Dinas Pertamanan dan Kehutanan DKI Jakarta yang menjabat pada tahun 2018, Lurah Setu tahun 2018 dan Kasi Pemerintahan Kelurahan Setu tahun 2018.

Baca juga: Kejati DKI geledah kantor dinas pertamanan dan hutan kota Jakarta
Baca juga: Wagub: Pemprov DKI terbuka terkait pengadaan lahan


Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menggeledah Kantor Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta pada Kamis (20/1) untuk mencari dan mengumpulkan bukti dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi kegiatan pembebasan lahan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur pada 2018.

Penggeledahan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor: Print-01/M.1/Fd.1/01/2022 tanggal 19 Januari 2022, adalah tindak lanjut dari penyidikan yang menemukan pada 2018 Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta memiliki anggaran untuk belanja modal tanah senilai Rp326 miliar yang bersumber dari APBD Provinsi DKI Jakarta.

Anggaran tersebut untuk pembebasan tanah taman hutan, makam dan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Dalam pelaksanaannya, diduga ada kemahalan harga yang dibayarkan sehingga merugikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sekitar Rp26,7 miliar.

"Kemahalan harga tersebut disebabkan karena dalam menentukan harga pasar tidak berdasarkan harga dari aset identik atau sejenis yang ditawarkan untuk dijual sebagaimana diatur dalam metode perbandingan data pasar berdasarkan Standar Penilai Indonesia 106 (SPI 106)," ujar Ashari pada Kamis (20/1).

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2022