Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan strategi komunikasi risiko yang dijalankan pemerintah akan sangat menentukan naik turunnya respon publik dalam menghadapi pandemi COVID-19.

Risk communication strategy sangat berpengaruh terhadap keberhasilan atau naik turunnya respon pandemi. Sebab, ini menjadi satu senjata yang pada awal-awal digunakan ketika wabah terjadi,” kata Dicky saat dihubungi melalui telepon oleh ANTARA di Jakarta, Kamis.

Dicky menuturkan strategi komunikasi risiko yang dijalankan pemerintah dapat dijadikan sebagai sebuah senjata untuk memberikan sebuah pemahaman pada publik tanpa perlu menggunakan biaya yang mahal.

Baca juga: Ekonom UI proyeksikan ekonomi tumbuh hingga 4,6 persen pada 2022

Hal tersebut terbukti efektif dijalankan pada negara-negara yang berada di Asia ataupun Afrika yang memiliki sedikit perbedaan karakteristik dengan masyarakat yang ada di negara barat.

Menurutnya, masyarakat di Asia dan Afrika lebih disiplin dalam memakai masker dan menjaga jarak. Hal itu disebabkan adanya komunikasi yang dijalin pemerintah dengan penduduknya menggunakan pemahaman kondisi pandemi dengan isu yang lekat dengan masyarakat, seperti pemerintah di Afrika yang memberikan gambaran melalui narasi ekonomi.

Dicky mengatakan pemerintah di negara-negara Afrika memberikan gambaran bahwa negara tidak memiliki biaya yang cukup untuk membeli vaksin ataupun menyediakan perawatan COVID-19 seperti negara lain, sehingga meminta setiap orang untuk disiplin melakukan protokol kesehatan setidaknya dengan rajin menggunakan masker dengan baik dan benar.

Baca juga: Anggota DPR: Gelombang ketiga pandemi perberat penurunan stunting

Bahkan negara mengumumkan tidak akan melakukan lockdown seperti yang dilakukan banyak negara maju, untuk menghindari meningkatnya angka kematian pada anak akibat kelaparan.

“Supaya mereka tidak lockdown, semua harus disiplin memakai masker dan menjaga jarak. Itu dari awal dia bilang begitu. Makanya kalau kita lihat meskipun kita anggap negara miskin banyak terbelakang, angka kematiannya tidak sebanyak negara maju,” ujarnya.

Strategi komunikasi itu juga menurutnya tidak bisa dilepaskan dari kepemimpinan pemerintah yang berbasiskan dengan ilmu sains. Kepemimpinan itu, nantinya dapat menentukan arah fokus baik dari anggaran untuk penanggulangan pandemi, memperkuat cakupan vaksin serta penguatan 3T (testing, tracing, treatment).

Menurutnya, seorang pemimpin yang berlandaskan pemikiran sains akan memilih untuk memperkuat 3T sampai kepada masyarakat yang berada pada lapisan terbawah. Seperti halnya Amerika yang memilih terus meningkatkan kedua upaya tersebut.

Baca juga: Ketua DPR RI minta evaluasi PTM prioritaskan kesehatan anak

“Kombinasi antara leadership yang fokus pada kesehatan dan kemampuan ekonominya ini akan menentukan konsistensi dan pilihan strategi yang diambil, selain bagaimana kekuatan sistem kesehatannya dan juga bagaimana karakter masyarakatnya,” kata Dicky.

Dalam kesempatan itu ia turut memuji cara Presiden Joko Widodo yang dapat berkomunikasi secara baik melalui data dan strategi berbasis sains, sehingga Indonesia bisa keluar dari masa buruk terutama pada saat menghadapi varian Delta.

“Dalam pengamatan saya selama pandemi Beliau tidak banyak bicara, tapi alhamdulillah ketika dia, bicara dia benar secara data dan benar secara strategi berbasis sains meskipun jarang, dan itu jauh lebih baik daripada sering bicara seperti Trump,” ucapnya.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2022