Upaya yang dilakukan produsen perikanan dalam menembus pasar internasional tidaklah mudah...
Jakarta (ANTARA) - Ikan tilapia, yang lebih akrab di telinga orang Indonesia dengan sebutan ikan nila, adalah salah satu jenis ikan yang popularitasnya semakin meningkat di kalangan eksportir perikanan di Tanah Air.

Melesatnya nama ikan tilapia, yang disebut sebagai "ayamnya hewan air" oleh pakar kelautan ternama Prancis Daniel Pauly, juga karena ekspor ikan tersebut dari Indonesia diketahui telah berhasil menembus pasar internasional seperti Amerika Serikat.

Pihak yang mengekspor ikan tilapia itu antara lain adalah PT Suri Tani Pemuka (STP), anak usaha Japfa, yang berhasil menembus pasar internasional dengan produk olahan tilapia yang diproduksinya.

Head of Tilapia Operations & Seafood Further Processed STP Jenny Budiati dalam keterangan tertulis menyatakan, pihaknya berkomitmen untuk menjaga kualitas produk budidaya perikanan terus dijalankan untuk dapat selalu memenuhi kebutuhan nasional dan internasional.

Menurut dia, dengan mengutamakan produksi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan untuk menghasilkan produk perikanan berkualitas tinggi,  tilapia yang dibudidayakan langsung di Danau Toba itu telah menjadi salah satu primadona produk perikanan yang sangat diminati di pasar Internasional.

Baca juga: Menteri Trenggono sebut PDB dan ekspor perikanan meningkat pada 2021

Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2020, Amerika Serikat menempati posisi pertama sebagai negara dengan permintaan ekspor produk perikanan terbesar, salah satunya ikan nila (tilapia).

Kerja sama ekspor tilapia antara STP dengan Amerika Serikat telah terjalin sejak 2014 dan  terus berlanjut hingga saat ini. Pada ekspor 2021, Amerika Serikat mengambil porsi sebesar 54 persen dari keseluruhan total ekspor produk perikanan.

Jenny menyatakan bahwa sebagai perusahaan perikanan yang membudidayakan tilapia, STP terus berupaya untuk memenuhi permintaan ekspor dengan produk-produk berkualitas hasil budidaya berkelanjutan yang terbukti dapat memenuhi pasar internasional.

Terbukti, produk olahan tilapia dan produk perikanan lainnya yang dihasilkan STP juga telah berhasil diekspor ke beberapa negara di Eropa dan Asia, seperti, Italia, Jepang, Taiwan, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei, dan Singapura.

Tidak mudah

Upaya yang dilakukan produsen perikanan dalam menembus pasar internasional tidaklah mudah. Tentu masih terngiang adanya kasus produk perikanan Indonesia yang ditolak China dengan alasan terpapar COVID-19 pada 2021 lalu.

Beruntung, langkah sigap juga telah dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang telah melakukan pertemuan bilateral dengan pihak China guna mengatasi persoalan tersebut.

Tidak heran pula, bila KKP pada tahun 2022 ini juga telah menyiapkan rencana aksi Quality Assurance 2022 dalam rangka mengakselerasi mutu produk kelautan dan perikanan nasional, dengan menggandeng pemangku kepentingan khususnya pelaku usaha.

Baca juga: KKP akan tancap gas wujudkan terobosan perikanan budi daya

Plt Kepala Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Produk Kelautan dan Perikanan (BKIPM) KKP, Hari Maryadi menyatakan rencana aksi Quality Assurance yang disiapkan di antaranya di kawasan budi daya adalah verifikasi penerapan standar pembenihan ikan yang baik, standar pembesaran ikan yang baik dan cara pembuatan pakan ikan yang baik, serta pemantauan dan surveilans dalam rangka pencegahan masuk dan tersebarnya penyakit ikan karantina, pemenuhan standardisasi biosecurity di UUPI, monitoring mutu dengan pengujian sampel pakan, air, es hingga kegiatan pendukung seperti bimbingan teknis dan pendampingan.

Dengan rencana Quality Assurance pada tahun ini, diharapkan dapat menyamakan persepsi serta dipedomani baik di tingkat Pusat maupun UPT lingkup BKIPM, bersama pihak-pihak terkait.

Terkait dengan jaminan mutu produk perikanan, KKP juga pada 2022 menargetkan untuk menerbitkan sebanyak 10.500 sertifikasi Good Manufacturing Practice (GMP) atau penerapan pengolahan ikan yang baik untuk meningkatkan mutu produk termasuk UMKM.

Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Artati Widiarti mengungkapkan, pihaknya pada tahun ini menargetkan untuk menerbitkan sebanyak 10.500 sertifikat GMP, termasuk juga untuk UMKM, karena setiap pelaku usaha yang melakukan penanganan dan pengolahan ikan dinilai wajib memenuhi dan menerapkan persyaratan kelayakan pengolahan ikan, sistem jaminan mutu, dan keamanan hasil perikanan.

Untuk mencapai target tersebut, Ditjen PDSPKP mengerahkan 79 pembina mutu di pusat yang pada tahun 2020 terdaftar 59 orang. Hal tersebut ditambah dengan 520 pembina mutu yang terdaftar di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kabupaten/Kota, di mana tahun 2020 juga baru memiliki 279 orang.

Artati mengungkapkan, sesuai kewenangannya, mereka akan terus memberikan pendampingan kepada 62.389 unit pengolah ikan (UPI) skala mikro kecil agar bersertifikat GMP melalui remote assessment.

Disebutkan bahwa selama tahun 2021, Ditjen PDSPKP telah menerbitkan 4.085 sertifikat GMP kepada 1.078 UPI di seluruh Indonesia. Jumlah ini meningkat dibanding 2020 dengan 3.044 sertifikat.

Tidak berbiaya

Dirjen PSDKP memastikan penerbitan sertifikat GMP tidak dikenai biaya. Pelaku usaha diarahkan untuk mengakses sertifikat GMP Online di tautan https://www.skp-pdspkp.kkp.go.id dan akan diproses secara cepat.

Dengan sertifikasi GMP, produk kelautan dan perikanan yang dihasilkan pelaku usaha betul-betul bermutu dan aman untuk dikonsumsi, serta tidak menutup kemungkinan untuk diekspor ke berbagai negara di tingkat global.

Apalagi, saat ini diketahui bahwa produk kelautan dan perikanan dari Indonesia juga telah berhasil menembus 171 dari 195 negara di dunia.

Tidak hanya menghasilkan produk yang bermutu dan aman dikonsumsi, KKP juga bersinergi dengan berbagai pihak dalam hal pengiriman ke negara sasaran ekspor.

Misalnya, BKIPM KKP juga telah melakukan kerja sama dengan PT Angkasa Pura II untuk meningkatkan kegiatan ekspor langsung (direct call) produk perikanan dari berbagai bandara di Indonesia ke negara tujuan.

Dikatakannya, direct call mampu mengatasi persoalan yang dihadapi oleh pelaku usaha seperti beban biaya operasional saat melakukan ekspor, serta mengurangi risiko penurunan kualitas produk akibat waktu tempuh yang relatif lama.

Dengan berbagai kolaborasi tersebut, tidak heran bila Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono juga sumringah saat menyatakan dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Rabu (26/1), bahwa nilai ekspor produk kelautan dan perikanan meningkat pada 2021.

Baca juga: KKP gelontorkan Rp6 miliar pengembangan lobster di Lombok Timur

Berdasarkan data yang disampaikan dalam rapat kerja tersebut, nilai ekspor perikanan pada tahun 2021 mencapai 5,72 miliar dollar AS atau meningkat 9,82 persen dibanding tahun sebelumnya.

Nilai impor produk perikanan Indonesia mencapai 0,5 miliar dollar AS, sehingga neraca perdagangan menjadi surplus 5,22 miliar dollar AS atau meningkat 9,2 persen dibanding tahun 2020.

Konsisten meningkat

Nilai ekspor dan surplus neraca perdagangan sektor perikanan ini secara konsisten terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Nilai ekspor perikanan pada 2017 sebesar 4,52 miliar dollar AS dengan neraca perdagangan surplus 4,09 miliar dollar AS.

Untuk lima komoditas ekspor utama secara nilai adalah udang, tuna cakalang, cumi sotong gurita, rajungan kepiting, dan rumput laut. Terdapat lima pasar utama yaitu Amerika Serikat yang tertinggi, kemudian disusul China, ASEAN, Jepang, dan Uni Eropa.

Komoditas ekspor paling tinggi adalah udang dengan nilai 2,23 miliar dollar AS atau 38,99 persen dari total ekspor, tuna cakalang 0,73 miliar dollar AS atau 12,82 persen, cumi sotong gurita 0,62 miliar dollar AS atau 10,83 persen, rajungan kepiting 0,61 miliar dollar AS atau 10,69 persen, dan rumput laut senilai 0,35 miliar dollar AS setara 6,04 persen dari total ekspor.

Baca juga: KKP-NU bangun sektor kelautan perikanan dengan berdayakan potensi umat

Peningkatan nilai ekspor paling tinggi terjadi pada rajungan kepiting meningkat 66,31 persen, rumput laut meningkat 23,44 persen, dan cumi sotong gurita 21,54 persen.

Dengan melejitnya berbagai ekspor perikanan merupakan hal yang positif dan harus tetap dipertahankan, tetapi juga harus dapat dirasakan manfaatnya ke seluruh kalangan.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengingatkan agar pemerintah perlu mengambil peran lebih agar mekanisme perdagangan ikan lebih menguntungkan bagi semua pelaku usaha di rantai produk perikanan, mulai dari produsen skala kecil sampai dengan konsumen.

Menurut Abdul Halim, kenaikan nilai ekspor perikanan pada 2021 lebih banyak didorong oleh faktor lahirnya generasi muda melek ekspor dan fasilitasi teknologi informasi yang kian solutif untuk mengatasi kendala pasar produk di sektor perikanan.

Abdul Halim juga berpendapat meningkatnya kinerja sektor perikanan tersebut lebih kepada faktor mekanisme pasar yang berjalan serta semakin terhubungnya para pelaku perdagangan nasional ke pasar global.

Bila hasil dari melesatnya ekspor perikanan telah diterima secara merata hingga ke berbagai produsen kecil di sektor kelautan dan perikanan, termasuk kepada meningkatnya kesejahteraan nelayan tradisional, maka ke depannya dapat dipastikan bahwa pemulihan ekonomi nasional juga bisa terdongkrak dengan cepat serta nyata.

Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022