Pada vaksin misalnya, saat negara dihadapkan salah satu perusahaan farmasi, negara dapat melakukan negoisasi harga yang jauh lebih murah dan vaksin bisa didapat dalam jumlah banyak.
Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan negara-negara di kawasan ASEAN dapat mencontoh kebijakan yang diterapkan Uni Eropa dalam mengefisiensikan biaya membeli komponen kesehatan untuk COVID-19.

“Kita perlu meniru Uni Eropa. Mereka suatu kawasan yang paling awal dan sebenarnya bisa menjadi contoh karena punya strategi bersama secara kawasan. Strategi pandeminya saling membantu dan ada mekanismenya,” kata Dicky saat dihubungi melalui telepon oleh ANTARA di Jakarta, Kamis.

Menanggapi apakah ada negara dengan kebijakan yang efisien dalam penanganan COVID-19 untuk dunia, Dicky menyebutkan bila negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa dapat dijadikan sebagai contoh karena lebih memilih untuk bersatu saat mengeluarkan anggaran.

Sistem pembelian berbagai komponen kesehatan untuk menanggulangi COVID-19 yang dijalankan Uni Eropa hanya memiliki satu jaringan atau sistem yang dapat terhubung. Pada vaksin misalnya, pada saat negara dihadapkan dengan salah satu perusahaan farmasi, negara dapat melakukan negoisasi harga yang jauh lebih murah dan vaksin bisa didapat dalam jumlah banyak.

“Kalau di link seperti itu, uangnya menjadi lebih banyak. Bayangkan negara-negara di Eropa disatukan, berhadapan dengan satu perusahaan farmasi. Harga vaksinnya saat dinego akan jauh relatif murah dan banyak lagi. Itu kelebihannya karena mereka punya kekuatan bargain yang lebih besar,” kata Dicky.

Melalui kekuatan yang dibangun bersama itulah, banyak negara di Eropa dapat mengamankan akses, jumlah stok dan menyediakan akses vaksin yang berkualitas pada masyarakat meski melalui harga yang relatif murah.

“Sedari awal saya sampaikan, kita itu linknya di ASEAN. Jangan sendiri-sendiri dan itulah yang terjadi sekarang,” ujarnya.

Berbeda dengan negara yang ada di kawasan ASEAN yang cederung bekerja secara individu dalam hal penyediaan vaksin, yang mengakibatkan beberapa negara seperti Myanmar, Laos dan Kamboja kurang memiliki akses vaksin karena kondisi ekonomi yang tidak kuat.

Oleh sebab itu, dia menyarankan ASEAN untuk memperkuat kerja sama antar negara terlebih dahulu, sebelum membangun hubungan dengan negara lain yang jauh lebih kaya ataupun jauh. Hal itu penting dilakukan, agar tidak ada lagi negara ASEAN yang tertinggal saat menghadapi pandemi COVID-19.

“Itu yang harus dibangun. Jadi strategi bersama, perlu ada indikator yang bisa disepakati bersama sehingga kita bisa bergerak bersama terkendalinya pandemi menjadi aman dan pulih bersama,” tegas Dicky.
Baca juga: Mahalnya biaya kesehatan saat pandemi dan reaksi negara G20
Baca juga: Malaysia hapus sebagian biaya COVID-19 bagi WNA di KLIA
Baca juga: Sri Mulyani sebut biaya pengadaan vaksin COVID-19 capai Rp21,1 triliun


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022