Ambon (ANTARA News) - Lomba layar (yacht race) internasional Darwin (Australia Utara) - Ambon (Provinsi Maluku, Indonesia) akan mendorong pengembangan dan pertumbuhan sektor pariwisata di provinsi itu.

"Lomba layar ini sangat strategis untuk mendorong pertumbuhan pariwisata di Maluku," kata Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Produk Pariwisata Unggulan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengembangan Destinasi Wisata, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kembudpar), Harwan Eko Cahyo, di Ambon, Minggu.

Saat persentasi pemenang lomba layar, ia mengatakan lomba layar Darwin-Ambon itu akan berdampak pada kemajuan Maluku sebagai salah satu destinasi pariwisata unggulan di masa mendatang, selain Bali dan beberapa daerah lainnya di Indonesia yang telah dikenal wisatawan.

"Semuanya tergantung promosi. Lomba layar yang telah dilaksanakan sejak tahun 1976 itu merupakan salah satu sarana promosi untuk memperkenalkan potensi pariwisata di Ambon dan Maluku pada umumnya agar menarik perhatian dan minat kunjungan wisatawan ke daerah ini," katanya.

Dia mengakui, Kembudpar dalam dalam lima tahun belakangan ini memberikan dukungan penuh terhadap lomba layar bertaraf internasional dan pernah tercatat sebagai lomba layar paling bergengsi di dunia itu yang pesertanya sempat mencapai 100-an kapal tahun 1998.

"Tahun 1999 pun jumlah pesertanya mencapai 100-an kapal, tetapi lombanya dibatalkan karena konflik sosial melanda Maluku. Saat ini situasi keamanan di seluruh wilayah Maluku benar-benar pulih dan aman serta menjamin untuk dikunjungi wisatawan," katanya.

Lomba layar ini pun telah dimasukkan dalam kalender even pariwisata tahunan Kembudpar serta memperebutkan piala bergilir Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.

"Jadi kami serius dan mendukung penuh lomba layar ini, termasuk mempromosikannya dalam berbagai kegiatan pariwisata di dalam maupun luar negeri, sehingga diharapkan jumlah peserta akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang," tandasnya.

Ia berharap para peserta lomba tidak hanya berkunjung ke Ambon, tetapi juga dapat memanfaatkan kesempatan untuk mengunjungi pulau-pulau lainnya di Maluku, di antaranya Saparua, Haruku, Seram, Buru maupun kepulauan Maluku Tenggara, saat akan kembali ke daerah asalnya.

"Banyak terdapat objek wisata menarik dan masih alamiah di pulau-pulau tersebut serta seni budaya tradisional yang masih melekat kuat, selain keramahtamahan penduduknya, sehingga para pelayar mancanegara maupun wisatawan tidak akan rugi mengunjunginya," ujarnya.

Oleh karena itu, katanya, pemerintah Indonesia menyampaikan terima kasih atas dukungan penuh Pemerintah Australia terhadap penyelenggaraan lomba layar internasional yang diharapkan dapat meningkatkan hubungan kerja sama dan kekerabatan harmonis antara pemerintah dan masyarakat kedua negara bertetangga itu.

Lomba layar internasional itu berjarak tempuh 634 mil laut atau 1.174,68 kilometer dari Darwin (Australia Utara) dan berakhir di Ambon, Maluku, pertama kali digelar tahun 1976, sebagai salah satu upaya untuk menjajaki kerja sama kota bersaudara (sister city) Darwin-Ambon.

Dalam perkembangannya, lomba layar ini semakin diminati dan mencatat jumlah peserta terbanyak yakni 100-an kapal tahun 1998, tetapi lomba tahun 1999 akhirnya tidak jadi dilaksanakan karena konflik sosial melanda Maluku.

Lomba layar ini kemudian mulai dihidupkan kembali tahun 2007 oleh Dinah Beach Cruising Yacht Association Incorporated dengan mendapat dukungan penuh Kembudpar, Pemkot Ambon, serta Pemerintah Northern Territory dan Dewan Kota Darwin.

Rekor tercepat pernah dicatat perahu layar Zuma dengan skipper John Punch pada tahun 1998. Perahu layar tersebut berhasil menyelesaikan race dengan catatan waktu 53,29 jam.

Pada tahun 2010, race ini dijuarai perahu layar Cruise Missile dari Australia. Perahu layar tipe multihull racing division dengan skipper Wayne Huxley, tercatat sebagai perahu layar yang paling cepat tiba dengan catatan waktu 53,56 jam.

Untuk juara pertama kategori monohull racing division diraih perahu layar "Chacone" dengan skipper Siggberg Svante Emil yang berasal dari Finlandia dengan catatan waktu 64,18 jam.  (JA/E011/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011