Pagaralam, Sumsel (ANTARA News) - Jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Pagaralam, Sumatera Selatan, menggelar inspeksi mendadak (sidak) peredaran terhadap daging gelonggongan dan beberapa makanan yang mengandung bahan berbahaya, seperti boraks, formalin serta bahan pewarna bukan untuk makanan di pasar tradisional setempat.

"Kami melakukan sidak itu melibatkan tim, terdiri dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan UKM, Dinas Peternakan dan Perikanan, Dinas Kesehatan, Badan Ketahanan Pangan dan Polres Kota Pagaralam, " kata Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan UKM Pagaralam, Firmanudin, di Pagaralam, Minggu.

Sidak itu, telah dilakukan pada Sabtu (6/8), dan akan dilakukan pada waktu mendatang jika diperlukan.

Ia menyatakan, saat sidak tim langsung melakukan pemeriksaan terhadap daging yang dijual di pasar tradisional Pagaralam, yaitu Pasar Nendagung, Dempo Permai, dan Pasar Inpres.

"Kami juga melakukan pemeriksaan pada lima lokasi pemotongan hewan, yaitu milik Sukiman, Bedur, Yahit, Beng, dan Iful," ujar dia.

Semua lokasi itu, kata dia, merupakan tempat pemotongan hewan yang akan dijual di pasaran.

"Jadi dari mereka inilah daging disebarkan kepada pengecer di sejumlah pasar tersebut, kami tidak menemukan ada indikasi gelonggongan atau oplosan beredar dan dijual di pasar dan tempat potong hewan itu," ujar dia.

Tim ini, kata Firmanudin, melakukan pemeriksaan terhadap daging sapi, kerbau, daging ayam, kambing serta beberapa makanan yang dijual selama Ramadhan.

Firmanudin juga menambahkan, memasuki bulan puasa ini harga beberapa bahan pokok di pasar belum menunjukkan kenaikan yang berarti, seperti beras, sayur dan daging masih stabil.

"Harga daging saat ini berkisar antara Rp70 ribu hingga Rp75 ribu per kilogram, sedangkan tulang Rp30 hingga Rp50 ribu per kilogram. Belum ada peningkatan permintaan dari masyarakat karena lebaran masih lama sehingga harga masih belum terjadi peningkatan," kata dia lagi.

Menurut dia, kenaikan harga bahan pokok itu diperkirakan akan terjadi satu minggu menjelang Idul Fitri nanti, namun pemerintah saat ini sudah mempersiapkan pasar murah untuk mengantisipasi lonjakan harga dan kekurangan persediaan sembako tersebut.

Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Pagaralam, Jumaldi Jani, didampingi Stafnya, drh Anhar Junaidi, mengatakan pihaknya akan memperketat pengawasan untuk mengantisipasi peredaran daging gelonggongan serta makanan yang mengandung bahan pengawet di pasaran selama bulan puasa hingga lebaran mendatang.

Ia menyebutkan, sebagai informasi bagi masyarakat, beberapa ciri daging yang menggunakan bahan pengawet jenis boraks dan formalin, yaitu tekstur daging basah, mengeluarkan air, aroma anyir dan cepat busuk serta warna agak gelap.

"Warga harus bisa memilih mana daging yang higienis dan mengandung bahan kimia berbahaya tersebut," ujar dia.

Dia mengatakan, daging hewan yang sudah mati lebih dulu (tiren), cirinya serat daging rata ketika dipotong, terjadi penggumpalan darah, aroma anyir dan selalu mengeluarakan cairan.

"Kami minta warga untuk lebih waspada memilih daging, karena sangat susah membedakan daging yang bagus dengan yang mengandung pengawet dan daging gelonggongan," kata dia lagi.

Sejauh ini, lanjut Anhar, tidak ditemukan daging gelonggongan serta yang mengandung bahan pengawet, seperti boraks dan formalin, akan tetapi ada beberapa makanan yang dicurigai menggunakan pengawet, seperti pempek dan mie.

"Namun masih perlu penelitian di laboratorium untuk memastikan apakah makanan ini mengandung bahan pengawet dan pewarna bukan untuk makanan atau tidak," kata dia pula.

Pihaknya sudah mengambil beberapa sampel makanan untuk diteliti lebih lanjut di laboratorium, guna memastikan apakah berbahaya atau tidak bila dikonsumsi, dan hasilnya akan segera diumumkan kepada masyarakat.

Kapolres Kota Pagaralam, AKBP Abi Darrin, mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti jika ada temuan dari tim pemantau berbagai kebutuhan masyarakat saat Ramadhan itu.

"Kalau ada laporan dari tim, kami akan segera menindaklanjuti dengan proses hukum terhadap penjual yang mengedarkan daging dan makanan yang dapat merugikan konsumen," ujar dia. (ANT127/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011