Jakarta (ANTARA) -
Direktur Program Doktor Universitas Pertahanan (Unhan) RI Mayjen TNI Dr. Joni Widjayanto mengatakan pemikiran geopolitik Bung Karno selalu memiliki relevansi dengan kepentingan nasional dan pertahanan negara.
 
"Oleh karenanya, sangat penting untuk kembali diketengahkan dalam menghadapi realitas pertarungan geopolitik dunia pada saat ini," kata Joni dalam Simposium Nasional Relevansi Geopolitik Sukarno bagi Kepentingan Nasional dan Pertahanan Negara, yang diadakan secara hybrid dan luring, Sabtu.
 
Saat ini, menurut Joni, dunia ditandai dengan adanya berbagai aliansi pragmatis yang merupakan perwujudan pertarungan abadi neoliberalisme dan neorealisme.
 
"Untuk menghadapi pertarungan geopolitik dan menjaga kepentingan nasional serta pertahanan negara Indonesia, maka pemikiran geopolitik Soekarno penting untuk diketengahkan," kata Joni dalam siaran persnya.

Baca juga: Unhan gelar IIDSS tentang penguatan teknologi pertahanan
 
Joni lalu menekankan bahwa bagi Sukarno, dari perspektif geopolitik, Indonesia harus membangun diri sesuai dengan karakter serta ciri khasnya sendiri. Termasuk dalam hal pertahanan.
 
Maka, mengapa Sukarno menyatakan bahwa pertahanan negara dapat sempurna semaksimal mungkin, apabila berdiri di atas karakteristik daripada bangsa dan tanah air.
 
"Di mana di dalamnya mengandung unsur geopolitik, kepentingan nasional dan pertahanan negara. Diantaranya Pancasila sebagai ideologi politik Indonesia," kata Joni.
 
Pembicara lainnya, Cendekiawan Yudi Latif mengatakan, konsepsi apapun yang dipikirkan Bung Karno, akan selalu berangkat dalam nasionalisme. Di mana Indonesia menjadi starting point-nya. Bahkan, konsepsi nasionalisme ini memiliki karakteristik sendiri.
 
"Konsepsi nasionalisme Indonesia bukan konsepsi tertutup. Tapi konsepsi yang ingin juga menjadi bagian pergaulan dunia, pergaulan antar-bangsa," jelas Yudi.
 
Bagaimana dalam kebijakan luar negeri, Bung Karno tak hanya bersifat realis, seperti membuat Konferensi Asia-Afrika, tetapi juga idealismenya ada sebagaimana suatu negara jangan menjadi yang paling adidaya.
 
Oleh karena itu, dia melihat Sukarno adalah orang pertama yang mendefinisikan nasionalisme itu, salah satunya menjadi kesatuan dari geopolitik, yang dipandangnya sangat menarik.
 
Terlihat, bagaimana Sukarno yang dianggap sebagai orang pertama yang mencoba mendudukkan Indonesia dalam konsep archipelagic. Di mana Indonesia negara lautan yang ditaburi pulau-pulau.
 
Mantan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini pun menduga, bahwa Bung Karno telah membaca sejumlah karya geologis dari ilmuwan Belanda yang telah memetakan Indonesia.

Baca juga: Rektor Unhan dorong sinergi pentahelix perkuat pertahanan negara
 
"Sehingga, apa yang disampaikan Bung Karno tentang gugusan kepulauan antara Australia dan Asia sebagai satu kesatuan geopolitik itu tidak omong kosong," tuturnya.
 
Dia mencontohkan, bagaimana ada flora fauna Asia dan juga Australia bisa ditemukan di Indonesia. Semuanya menjadi satu kesatuan dan terkoneksi.
 
Sehingga, dari konsepsi geopolitik Indonesia ke dalam dari Sukarno itu membawa banyak konsepsi turunan, tentang bagaimana membangun ketahanan Indonesia.
Mahasiswa Doktoral Universitas Pertahanan yang juga Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto dalam Simposium Nasional Relevansi Geopolitik Sukarno bagi Kepentingan Nasional dan Pertahanan Negara, yang diadakan secara hybrid dan luring, Sabtu (19/2/2022). ANTARA/HO-PDIP
 
Sementara itu, mahasiswa Doktoral Universitas Pertahanan RI, Hasto Kristiyanto, dan sejumlah profesor menyatakan bahwa pemikiran geopolitik Bung Karno masih relevan dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini.
 
Dia menjelaskan keseluruhan pemikiran geopolitik Sukarno sebenarnya merupakan bagian dari kritik terhadap berbagai teori politik dunia yang mendominasi, yang mengandung benih-benih penjajahan dan imperialisme.
 
"Maka dari itu, dalam pemikiran Bung Karno, geopolitik itu tidak boleh netral, dia harus berpihak pada tata dunia yang lebih berkeadilan dan bebas dari segala bentuk penjajahan," kata Hasto.
 
Dalam konteks Indonesia saat ini, maka pembangunan pertahanan Indonesia seharusnya berdasar prinsip geopolitik tersebut.
 
Dia mencontohkan, Indonesia tak bisa berlindung dibalik netralitas, namun harus mengambil prakarsa bagi perdamaian di Timur Tengah, dan belahan bumi lainnya.
 
"Kebijakan luar negeri kita kerap terjebak dalam netralitas. Ini jadi perenungan kita sebagai anak bangsa. Paska dilengserkannya Bung Karno seakan geopolitik kita hanya melihat ke dalam, hanya sekedar mawas diri. Diperlukan keberanian untuk melakukan tindakan terobosan bagi perdamaian dunia dengan cara pandang geopolitik berdasarkan Pancasila," jelas Sekjen DPP PDIP ini.
 

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022