Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diminta benar-benar serius menyiapkan nota keuangan RAPBN 2012, termasuk langkah antisipasi perkembangan krisis utang di AS dan Eropa.

Upaya penyesuaian ini, ujar anggota Komisi XI DPR RI, Abdilla Fauzi Achmad kepada pers di Jakarta, Minggu, harus dilakukan sebab potensi krisis masih terus berkembang dan menyisakan dampak lanjutan.

"Semua sektor mulai dari sektor riil, moneter maupun APBN akan dijaga agar betul-betul seimbang, sehingga tidak memberi ruang berspekulasi dan menimbulkan kerawanan terhadap tindakan investor jangka menengah dan jangka panjang," kata Abdilla Fauzi Achmad.

Menurut dia, langkah hati-hati mutlak diperlukan oleh pemerintah Indonesia agar dampak dari krisis ini tidak sampai menganggu perekonomian nasional. Karena itu, pemerintah semestinya bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) untuk terus meng-update informasi dan menjaga stabilitas ekonomi agar momentum pertumbuhan tidak terganggu.

"Pemerintah perlu mewaspadainya terkait perkembangan ekonomi global, dimana AS dan Eropa sudah mengkhawatirkan," tuturnya.

Politisi Partai Hanura itu mengatakan, kesiapan pemerintah mengantisipasi dampak global ini harus tercermin dalam RAPBN 2012 nanti. Paling tidak, presiden seyogyanya menyampaikan dampaknya kepada publik serta bagaimana Indonesia merespons perkembangan dunia itu.

"Saya kira, cara pemerintah mengelola dampak krisis inilah yang ditunggu masyarakat sekarang," ujarnya.

Fauzi mengharapkan pidato penyampaian RAPBN 2012 tersebut juga menyinggung prioritas tentang penggunaan anggaran negara. "Kita ingin betul-betul bisa memberikan arah dan masukan pada rakyat Indonesia tentang bagaimana anggaran belanja dan nota keuangan Indonesia tahun 2012," katanya.

Fauzi memperkirakan, asumsi makro RAPBN 2012 tidak berbeda jauh dengan APBN 2011. Pemerintah kemungkinan besar masih berpegang pada asumsi pertumbuhan yang moderat.

"Saya memprediksi asumsi RAPBN 2012, pertumbuhan ekonomi bergerak dari 6,7 persen dan bergerak ke 7 persen. Sementara ICP (patokan harga minyak Indonesia) tidak akan jauh-jauh dari 90-95 dolar AS. Inflasi sekitar 5,3 persen. Rupiah sekitar 8.500- 9.000 per dollar AS," terang Fauzi yang juga anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR.


Solusi

Fauzi menyarankan RAPBN 2012 juga menyinggung langkah-langkah pengurangan utang luar negeri. Indonesia tidak boleh terjebak dalam budaya utang karena jumlahnya sudah semakin memberatkan APBN.

Berdasarkan catatan, jumlah utang luar negeri Indonesia sampai kwartal I/2011 mencapai 214,5 miliar dolar AS, meningkat 10 miliar dolar AS dibanding posisi akhir 2010. Jumlah tersebut terdiri atas utang Pemerintah sebesar 128,6 miliar dolar AS dan utang swasta 85,9 miliar dolar AS.

Karena itu, lanjut Fauzi, sudah waktunya pemerintah mengganti mekanisme penyusunan RAPBN dari rezim defisit yang selalu mengandalkan utang dalam pembiayaan pembangunan dengan rezim anggaran berimbang (balance budget).

"Sudah banyak bukti, ada negera yang terancam bangkrut karena menggunakan rezim defisit. Karena itu, kami meningatkan pemerintah sudah waktunya mengganti pola penyusunan APBN," tandasnya.(*)

(T.D011/S023)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011