Jakarta (ANTARA News) - Mantan direktur utama PLN Eddie Widiono menilai bahwa dakwaan jaksa penuntut umum dalam persidangan pengadilan khusus tindak pidana korupsi (Tipikor) membingungkan dan terkesan hanya mencari-cari kesalahan.

"Banyak pejabat PLN yang sudah tidak menjabat lagi dituduh menerima suap. Sementara pejabat yang harusnya bertanggung jawab malah tidak masuk dalam dakwaan," ujar Eddie seusai menjalani sidang perdana pada pengadilan Tipikor di Jakarta, Senin.

Bersama dengan mantan Dirut PLN Fahmi Mochtar dan mantan General Manager PLN Disjaya Tangerang Margo Santoso, Eddie didakwa oleh jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp46 miliar dalam proyek Costumer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) di PLN Disjaya Tangerang dengan pelaksana PT Netway Utama.

Menurut Eddie, setidaknya ada lima hal dari dakwaan jaksa penuntut yang dinilai membingungkan dan tidak dipahaminya. Hal yang paling membingungkan itu adalah dasar dakwaan bahwa Eddie menerima uang suap sebesar Rp2 miliar yang tertuang dalam bisnis plan PT Netway Utama tahun 2005-2007.

Dalam dakwaan itu disebutkan, sejumlah direksi dan pejabat PLN, termasuk di antaranya Direktur Niaga dan Pelayanan Pelanggan Sunggu Anwar Aritonang yang bertanggung jawab dalam sistem informasi, menerima uang dari Netway. Namun yang dijadikan tersangka hanya Eddie bersama Fahmi yang saat itu menjabat General Manajer PLN Disjaya dan Margo Santoso.

Lebih mengherankan, kata Eddie lagi, sejumlah direksi dan pejabat yang menerima suap pada saat bisnis plan dibuat pada tahun 2005 telah pensiun dari PLN. Seperti Direktur Perencanaan Hardiv Situmeang dan Direktur Operasi Tunggono yang telah pensiun pada tahun 2003.

"Mereka juga tidak tahu menahu soal CIS-RISI, jadi bagaimana mungkin mereka menerima suap," ujarnya.

Menurut Eddie, JPU hendaknya mempertimbangkan bahwa dalam dewan direksi, kedudukan Dirut bukanlah atasan dari direksi. Masing-masing direksi mempunyai tanggung jawab atas bidang tugasnya sendiri-sendiri.

Karena itu, ia mempertanyakan mengapa peran dan tanggung jawab direktur yang bidang tugasnya meliputi sistim informasi yang dalam hal ini dijabat oleh Sunggu Aritonang justru tidak terlihat dalam dakwaan.

Soal lain yang dipertanyakan oleh Eddie adalah fakta bahwa ia ditetapkan sebagai tersangka sebelum kerugian negara dihitung. Eddie ditetapkan sebagai tersangka 24 Februari 2010, sementara laporan kerugian negara baru diterima dari BPKP pada 16 Februari 2011.

"Bahkan permohonan penghitungannya pun baru diajukan ke BPKP bulan Maret 2010," ujarnya.

Menanggapi berbagai pertanyaan yang diajukan Eddie, Jaksa Penuntut Umum dari KPK Muhibuddin dan Risma Ansyari sulit menjelaskannya.

"Ya sudah kalau tidak bisa menjawab, tolong disiapkan untuk minggu depan dalam sidang eksepsi," ujar Ketua Majelis Hakim Tjokorde Rae Suamba.

(D011/I007)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011