Dalam membaca kasus De Gea, Fergie gamang. Mencari pengganti Van der Sar yang telah mengukir sukses selama lima tahun bukan pilihan mudah
Jakarta (ANTARA News) - Duilah, David De Gea. Seabrek soal menanti, dari bayang-bayang nama besar Edwin Van der Sar yang telah pensiun, sampai dua blunder yang dibuatnya seakan ditorehkan dalam catatan Premier League musim 2011/12.

Buru-buru manajer Manchester United Sir Alex Ferguson membela De Gea dengan menyatakan penjaga gawang asal Spanyol yang terbilang muda belia itu masih memerlukan suntikan pengalaman bertanding. "Selamat datang di sepak bola Inggris," kata Sang Glaswegian gaffer itu.

Dua pekan lalu, Dea Gea melakukan blunder ketika MU meladeni Manchester City pada laga Community Shield. Mantan kiper Atletico Madrid itu lamban merespons tendangan lurus penyerang Edin Dzeko. Akhir pekan lalu, tendangan Shane Long dari West Bromwich Albion yang tidak terlalu kencang ujung-ujungnya mengoyak jala De Gea. Dua blunder di awal musim? Hem....

Dibayar senilai 18,9 juta poundsterling, De Gea dituntut tampil setimpal dengan banyak uang yang digelontorkan United.

Dari timnas Spanyol U-21, ia melesat masuk hitungan kedua sebagai penjaga gawang termahal sejagat. Di posisi pertama, bercokol kiper senior asal Italia Gianluigi Buffon (32,6 juta pound), selanjutnya Angelo Peruzzi (10,5 juta pound), Craig Gordon (9 juta pound) dan Fabien Barthez (7,8 juta pound). Berlaku ujaran, ada harga, ada prestasi.

Berjalan di taman Premier League bukan dihiasi pemandangan bunga-bunga atau senantiasa ditingkahi pesta pora. Kritik bak suara halilintar akan dilontarkan media massa Inggris. Dengan dijiwai pertanyaan serba selidik, "apakah semuanya tampak ganjil?", kritik dihalalkan. Mengapa?

Sebagai asal muasal sepak bola modern, Inggris menghidupi pandangan mengenai waktu yang bersumber dari alam semesta. Jika waktu diibaratkan sebagai anak panah, maka sasarannya adalah keteraturan dalam kemenangan. Masa depan adalah penataan demi kejayaan, sementara masa silam adalah acak bahkan serba tidak menentu.

Dan Fergie yang berasal dari Skotlandia menghidup pandangan mengenai waktu khas Inggris. Buktinya, ia belakangan ini kepada media-media Britania dan Amerika Serikat dalam beberapa momen terpisah menyebut musim 2011/12 bakal berjalan semakin alot.

Resepnya, ia merevolusi Setan Merah dengan meletupkan amunisi-amunisi skuad muda dengan memasukkan De Gea, mendatangkan bek tengah Phil Jones dari Aston Villa, dan mendaratkan winger lincah Ashley Young dari Blackburn Rovers. Ini lantaran United telah tergilas oleh waktu.

Keok di Liga Champions dari Barcelona jadi malam kelam bagi United. Waktu memensiunkan beberapa pemain, sebut saja Edwin van der Sar, Gary Neville dan Paul Scholes, sementara Ryan Giggs yang kini berusia 37 tahun berada diujung kariernya. Simfoni United diharapkan terus bergema di atmosfer langit-langit dunia.

Fergie tersadar dan tersandar serta tersandera dari pertanyaan-pertanyaan, apakah jagat raya akan berakhir? Jika demikian, bagaimana dan kapan?

Dan Fergie belajar dari komposer digdaya Beethoven dan Mozart yang memanfaatkan alam sebagai sumber ilham mereka. Ia sedang menikmati alunan Simfoni No.6 Beethoven (Pastorale). Ia sedang berjalan di pedesaan membaui aroma bunga dan semerbak rumput hijau.

Dalam membaca kasus De Gea, Fergie gamang. Mencari pengganti Van der Sar yang telah mengukir sukses selama lima tahun bukan pilihan mudah. "Sangat sulit mencari pengganti van der Sar," kata Ferguson yang akrab dipanggil Fergie.

"Ia penjaga gawang hebat. Keuntungannya, kami punya penjaga gawang yang masih berusia 20 tahun. Kualitas terpulang pada upaya kita memberi kesempatan kepada pemain untuk terus menerus mengasah kemampuan baik dari latihan maupun dari laga," katanya.

Bukankah United berjibaku menemukan pengganti Peter Schmeichel? Dan langgam sepak bola Inggris yang mengandalkan cengkok "the ball into the box" banyak menyulitkan penjaga gawang di luar Inggris. Ini lecutan bagi De Gea, demikian pendapat legenda Liverpool Alan Hansen.

Cobaan akan dihadapi De Gea dalam dua partai berikutnya. Minus kehadiran Nemanja Vidic dan Rio Ferdinand, kiper berusia 20 tahun itu harus mengawal gawangnya dari serbuan pasukan Arsenal dan gempuran Tottenham Hotspur.

Tidak ingin kena batunya, buru-buru Dea Gea angkat bicara. "Tidak, sepak bola tetap sepak bola. Baik di sini maupun di negara lain. Aku harus cepat beradaptasi dan berkembang di setiap pertandingan," kata kiper asal Spanyol ini.

Dan kiper legendaris United Schmeichel, menilai De Gea tak sepantasnya dihujani kritik karena masih berada terus dalam proses adaptasi. "Saya pikir benar-benar konyol mendengarkan orang mengkritik De Gea setelah satu pertandingan saja. Setiap orang di negara ini (Inggris) selalu mendapat kesempatan lagi. Jadi, apa gunanya mendengarkan hal itu (kritikan) sekarang?" papar Schmeichel.

Adakah De Gea jadi korban kerasnya sepak bola Inggris? Berada di situasi serba gamang, Fergie paham betul bahwa orang lain bukan alat yang dapat dipakai demi kepentingan diri sendiri, melainkan suatu tujuan yang harus dihormati demi kemaslahatan orang lain.

Agar De Gea tidak kena batunya, Fergie memang telah melewati situasi konkret (aku berpikir,cogito), telah menyepakati langkah yang diambil (aku mau, volo) dan Fergie telah mewujudkan dan melaksanakannya dalam tindakan (aku dapat, possum).

Ingin menjadi pemimpin seperti Fergie? Rumusnya: aku berpikir, aku mau, aku dapat.
(A024)

Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011