Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat mengatakan, tersangka kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games Muhammad Nazaruddin tidak mungkin dicuci otaknya oleh pihak-pihak tertentu karena dia tidak mudah dipengaruhi.

"Terlalu berlebihan bila disebut cuci otak. Emangnya Nazaruddin bisa dicuci otaknya?," kata Martin di Jakarta, Selasa, yang ditemui setelah pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di depan sidang bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung MPR/DPR/DPD.

Menurut dia, DPR harus fokus menjaga KPK agar tidak menyimpang dan tidak mudah percaya agar kasus ini tidak dipermainkan.

Anggota DPR dari Fraksi Gerindra ini mengatakan, sebagian besar masyarakat percaya terhadap pernyataan-pernyataan Nazaruddin, sehingga pernyataan dia selama ini harus dibuktikan oleh KPK.

Ia pun berharap kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu tidak dipolitisasi.

"Kita harus jaga agar kasus Nazar ini tidak dibawa ke politik. Kita perlu jaga agar KPK tidak diintervensi. Sekarang kan Nazaruddin baru datang dari pelarian, sehingga kelelahan. Tetapi bukan berarti otaknya dicuci," kata Martin.

Sebelumnya, kuasa hukum mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, OC Kaligis, mencurigai kliennya sudah mengalami pencucian otak selama dalam perjalanan dari Bogota, Kolombia, ke Jakarta selama 38 jam

"Selama dalam perjalanan dari Bogota ke Jakarta menggunakan pesawat carteran, sangat mungkin Nazaruddin mengalami pencucian otak," kata OC Kaligis di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.

OC Kaligis berserta Muhammad Nasir, saudara sepupu Muhammad Nazaruddin, datang ke DPR RI guna menyampaikan keluhannya karena tidak diizinkan menjenguk Nazaruddin yang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Rumah Tahanan Mako Brimob, Kepala Dua, Depok, Jawa Barat.

Menurut dia, Muhammad Nazaruddin saat ini dalam kondisi ketakukan dan polisi tidak mengizinkan keluarga maupun kuasa hukum untuk menjenguknya.

Padahal, kata dia, berdasarkan Pasal 70 KUHAP tersangka yang mendapat ancaman hukuman lima tahun atau lebih berhak didampingi oleh kuasa hukum dan kuasa hukum bisa menemui dan berbicara dengan kliennya kapan saja untuk kepentingan perkaranya.

OC Kaligis menjelaskan, dirinya mendatangi Rutan Mako Brimob di Depok untuk menjenguk dan menanyakan bagaimana kondisi kliennya, tapi dirinya ditolak oleh petugas di Rutam tersebut dengan alasan perintah dari KPK.

Bahkan, kata dia, keluarga Nazaruddin, yakni Muhammad Nasir juga ditolak oleh petugas di Rutan Mako Brimob ketika akan menjenguk keluarga.

(T.S037)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011