Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI M Nasir menyatakan kesiapannya untuk memberikan keterangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus pengadaan barang Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

"Siap iya. Sejauh diminta keterangan dan diminta KPK, saya akan memberikan keterangan," kata Nasir di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.

Sepupu mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin itu menegaskan, dirinya tak pernah sama sekali terlibat dalam kasus yang juga menjerat istri  Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni.

Ditanya keterlibatan Neneng di kasus Kemenakertrans, Nasir kembali menegaskan bahwa istri Nazar tersebut hanya ibu rumah tangga biasa. Ia pun merasa kasihan dengan masalah yang menjerat Neneng.

"Dia statusnya ibu rumah tangga. Tidak pernah terlibat proyek. Tolong pahami Neneng statusnya ibu rumah tangga. Kalau suaminya diindikasikan ke sana ke sini, Neneng statusnya ibu rumah tangga. Kasihan dia ngurusin anak-anaknya," kata Nasir.

Selain itu, Nasir juga mengatakan, hingga saat ini dirinya tidak pernah bertemu dan mengenal Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana di KemenakertransTimas Ginting. Ia menekankan juga tak pernah datang ke Kemenankertrans selama atau sebelum menjabat sebagai anggota DPR RI.

"Kasus ini katanya 2007. Waktu 2007 abang (Nasir) saja masih di Riau. Dulu saya masih Sekretaris Demokrat Riau. Selain kegiatan sehari-hari dan bisnis. Yang namanya Pak Timas Ginting boleh dicek beliau saya gak tahu namanya Timas Ginting," sebutnya.

Juru bicara KPK Johan Budi mengatakan, pihaknya akan meminta keterangan dari Nasir terkait kasus korupsi di PLTS Kemenakertrans, Neneng Sri Wahyuni dan Timas Ginting.

"KPK berencana meminta keterangan yang bersangkutan waktunya belum tahu,dia diminta keterangan sebagai saksi di kasus PLTS untuk tersangka TG dan N," tutur jubir KPK Johan Budi.

Nasir disebut-sebut berada di jajaran ring satu pada lingkungan Nazaruddin. Nasir tercatat pernah bersanding dengan Nazaruddin sebagai komisaris di tiga perusahaan yang berbeda.

Tiga perusahaan itu adalah PT Anak Negeri, PT Mahkota Negara, dan PT Anugerah Nusantara. Yang menarik, tiga perusahaan tersebut diduga terlibat dalam praktek suap dalam pemenangan proyek-proyek di berbagai kementerian.

Di PT Anak Negeri, Nasir pernah tercatat sebagai komisaris dengan komposisi 440.060 lembar saham, meski belakangan namanya sudah tidak ada. PT Anak Negeri sendiri merupakan perusahaan yang bermain sebagai broker untuk memenangkan PT Duta Graha Indah dalam tender pembangunan wisma atlet di Palembang.

Dalam kasus PLTS Kemenakertrans, PT Mahkota Negara berperan dalam memenangkan PT Alfindo Nuratama Perkasa dalam proyek tersebut.

Direktur Utama PT Alfindo Nuratama Perkasa Arifin Ahmad membenarkan perusahaannya dipinjam oleh Dirut PT Mahkota Negara, Marisi Matondang, untuk tender pembangunan PLTS di Kemenakertrans. Arifin rela saja perusahaannya dipakai Marisi, karena kebutuhan ekonomi.(*)
(zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011