"Di samping untuk menurunkan stok utang, `borrowing strategy` juga dimaksudkan untuk mengawasi utang luar negeri yang selama ini cenderung tidak terlalu ketat," ujar Paskah.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah pada 13 Februari 2006 akan mengajukan tiga rancangan undang-undang (RUU) mengenai manajemen utang luar negeri kepada DPR yaitu, RUU Pengelolaan Utang, RUU Pinjaman Luar Negeri dan Hibah, serta RUU Pembatasan Utang. "Kita sudah mempersiapkan ketiga RUU tersebut, untuk kemudian dibahas dan disahkan," kata Meneg Perencanaan dan Pembangunan/Ketua Bappenas, Paskah Suzetta, di Gedung DPR, Jakarta, Senin. Menurutnya, mendesaknya penyelesaian RUU ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman dalam membenahi masalah sistem manajemen utang luar negeri pemerintah, termasuk memperkuat strategi pinjaman (borrowing strategy). "Di samping untuk menurunkan stok utang, `borrowing strategy` juga dimaksudkan untuk mengawasi utang luar negeri yang selama ini cenderung tidak terlalu ketat," ujar Paskah. Ia juga menjelaskan, selama ini penentuan utang luar negeri bisa ditetapkan oleh setingkat Ditjen. "Ini yang perlu dibenahi, sehingga dengan manajemen utang semua lebih jelas dan sektor apa saja yang menjadi priotas," ujarnya. Ditanya berapa porsi ideal utang luar negeri dari APBN, ia menjelaskan, masih dalam tahap penghitungan. Persoalannya, lanjut Paskah, dalam menurunkan stok utang berarti pemerintah harus membatasi pembiayaan, karena tidak semua pembiayaan luar negeri dibiayai. "Pembiayaan utang luar negeri juga akan dikaitkan dengan setiap studi kelayakan (feasibility study). Artinya, tidak semua proyek yang sudah melalui studi kelayakan dibiayai. Tergantung priotas atau tidak," ujarnya. Terkait rencana Pemerintah yang akan kembali mengajukan pinjaman ke Consultative Group on Indonesia (CGI) pada 2006, Paskah menjelaskan, hal ini juga menjadi bagian dari RUU ini. Ia juga menyoroti, perlunya pembenahan utang juga dapat dikaitkan dengan rencana pemerintah apakah ke depan akan menerbitkan `global bond` atau tidak. "Penerbitan global bond juga merupakan target surat utang negara di APBN. Jadi harus dilihat lagi apakah usulan itu akan menguntungkan atau justru merugikan," ujarnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006