Jakarta (ANTARA News) - PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) kembali didesak untuk segera melaksanakan kewajibannya membayar utang kepada PT Pertamina (Persero) sekitar 500 juta dolar AS atau sekitar Rp4,3 triliun dan juga ke BP Migas sekitar 180 juta dolar AS.

Jika kewajiban utang itu tidak segera dilunasi, bukan saja Pertamina dan BP Migas yang merugi, tapi negara sangat dirugikan.

Desakan agar TPPI segera membayar utang ke Pertamina dikemukakan anggota Komisi XI DPR Nusron Wahid dan Wakil Direktur Reforminer Institute, Khomaidi.

Belum dibayarnya utang TPPI ke Pertamina dan BP Migas kata Nusron, menimbulkan banyak pertanyaan, ada apa? Karena itu politisi dari Partai Golkar ini mendesak DPR memanggil pimpinan TPPI untuk menjelaskan persoalan ini agar semua kewajiban utang dapat dilunasi.

"Saya kira DPR harus memanggil PT TPPI, agar persoalan utang TPPI tidak berlarut-larut dan keuangan negara juga tidak semakin dirugikan hanya karena ulah TPPI yang belum juga membayar utangnya," kata Nusron di Jakarta, Minggu.

Desakan juga diungkapkan Khomaidi. Dia menyatakan TPPI harus segera membayar utang dalam waktu yang tidak terlalu lama. Karena utang TPPI ke Pertamina dan BP Migas sudah sangat lama sekali.

"Saya juga heran, mengapa urusan utang TPPI ini jadi berlarut-larut. Padahal dari sisi bisnis, ada hitung-hitungan. Kenapa tidak segera diselesaikan. Apalagi Badan Arbitrase Nasional Indonesia atau BANI sudah memutuskan agar TPPI membayar utangnya kepada Pertamina," ujar Khomaidi.

Belum dibayarnya utang TPPI ke Pertamina dan BP Migas yang lumayan besar itu kata Khomaidi, sangat merugikan Pertamina dan BP Migas. Jika utang dibayar segera, maka uang tersebut dapat dimanfaatkan Pertamina untuk usaha hilir dan hulu.

Karena berlarut-larut, Khomaidi mengusulkan agar pemerintah, khususnya  Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral harus melakukan intervensi.

"Intervensi yang saya maksud adalah mendesak TPPI agar segera melunasi utangnya," katanya.

Adanya usulan agar pembayaran utang dilakukan dengan pembelian gas elpiji dan salah satu jenis BBM Mogas, tapi yang aneh, TPPI memberikan harga elpiji yang lebih mahal dari harga pasaran.

“Jelas Pertamina menolak, karena jika dipaksakan, suatu ketika Pertamina bisa kena delik korupsi. Jadi, jika pembayaran dengan opsi pembelian elpiji, maka TPPI harus realistis,” kata Khomaidi.(zu)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011