Sumatera Selatan (ANTARA) - Vitalitas bahasa asli daerah Sumatera Selatan (Sumsel) diklasifikasikan berada dalam kondisi yang mengalami penurunan sehingga membutuhkan tindakan intervensi perlindungan supaya penuturannya tetap lestari.

Kepala Balai Bahasa Sumsel (Balai Bahasa Sumsel) Umar Solikhan di Palembang, Senin, mengatakan secara keseluruhan hampir semua bahasa daerah terutama di wilayah perkotaan mengalami penurunan vitalitas, bahasa daerah Sumsel termasuk diantaranya.

Bahkan, penurunan vitalitas bahasa tersebut juga ditemukan pada bahasa daerah dengan penuturan sangat besar seperti bahasa Jawa dan Sunda.

Menurutnya, globalisasi menjadi salah satu penyebab utama penurunan vitalitas bahasa daerah tersebut, selain migrasi masyarakat dan perkawinan silang antaretnis yang berbeda bahasa.

Baca juga: Kemendikbudristek dorong pemeliharaan bahasa daerah Sumsel

Baca juga: Gubernur Kepri siapkan anggaran dorong jurnalis kursus bahasa asing


Sebab diketahui berdasarkan penelitian Badan Bahasa di era globalisasi itu telah mengarahkan masyarakat ke satu bahasa tertentu.

Di mana, bahasa tersebut ialah bahasa yang lebih kuat secara ekonomi-politik sehingga menjadikan penuturan bahasa daerah dinilai sudah tidak relevan dengan zaman atau dianggap tidak keren dewasa ini.

Umar menjelaskan berdasarkan hasil penelitian pada rentang waktu 2014 - 2017, Badan Bahasa sendiri telah memetakan sebanyak enam bahasa asli daerah yang dimiliki Sumsel.

Keenam bahasa asli Sumsel tersebut ialah bahasa Kayu Agung, Bahasa Komering, Bahasa Lematang, Bahasa Melayu dan kemudian Bahasa Ogan dan Bahasa Pedamaran.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga mencatat beberapa bahasa pendatang yang ada di Sumsel yaitu bahasa Jawa. "Kemudian Bahasa Bugis dan Bahasa Bali yang belakangan tergolong bahasa yang baru ditemukan di Sumsel," imbuhnya.

Bahasa Kayu Agung sendiri terdiri dari sembilan dialek, yaitu Dialek Lintang, Dialek Kimak, Dialek Pagar Dewa, Dialek Pematang, Dialek Panesak, Dialek Kayuagung Perigi, Dialek Kikim, Dialek Lubuk Rumbai, dan Dialek Ngulak.

Kemudian Bahasa Komering terdiri dua dialek yaitu, dialek Pulau Negara dan Dialek Aji. Bahasa Lematang, dengan lima dialek yaitu Dialek Pegagan, Dialek Lematang Lahat, Dialek Lematang Ujan Mas Lama, Dialek Rambutan, dan Dialek Rambang.

Selanjutnya, Bahasa Melayu terdiri dengan sembilan dialek, yaitu Dialek Palembang Sukabangun, Dialek Kisam, Dialek Muarasaling, Dialek Selangit, Dialek Rupit, Dialek Bentayan, Dialek Palembang 16 Ulu, Dialek Padang Bindu, dan Dialek Talangubi.

"Hasil penelitian tersebut telah dituangkan dalam buku Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2017," kata dia.

Kemudian, berkaitan dengan upaya pelindungan bahasa supaya tetap lestari, Badan Bahasa melakukan revitalisasi bahasa yang telah dipetakan sebelumnya itu.

Di mana, revitalisasi ini artinya berusaha mendeskripsikan aspek bahasa dari segi fonilogi, morfologi sintaksis, tata bahasa untuk didokumentasikan. Setelah itu dilakukan pencatatan atau registrasi bahasa untuk bisa jadi bahan pembelajaran di sekolah-sekolah.

Sasarannya untuk menghidupkan, memasyarakatkan bahasa daerah dengan cara memberikan pembelajaran langsung ke generasi muda, praktik dan pembiasaan supaya anak-anak memahami bahasa tersebut.

"Semua bahasa daerah Sumsel itu sebenarnya masih aman belum ada yang masuk dalam ancaman punah ataupun punah, melainkan hanya penurunan saja. Terakhir kami merevitalisasi bahasa Melayu Lematang dan Komering, tahun ini bahasa Besemah," kata dia.*

Baca juga: Badan Bahasa: Pemerintah daerah wajib lindungi bahasa kedaerahan

Baca juga: Kemendikbudristek dorong pemeliharaan bahasa daerah Sumsel


Pewarta: Muhammad Riezko Bima Elko
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022