Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga tersangka Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi (RE) mengarahkan ajudan Wali Kota Bekasi Bagus Kuncoro Jati untuk berkomunikasi dan bertemu para kontraktor ataupun aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Kota Bekasi.

Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, menyampaikan arahan tersebut diberikan Rahmat Effendi terkait dengan sejumlah aliran uang dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat.

"Untuk mendalami dugaan tersebut, tim penyidik KPK, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/3) mengonfirmasinya kepada saksi, yaitu Bagus Kuncoro Jati alias Dimas," kata Ali.

Baca juga: KPK panggil eks Camat Rawalumbu terkait kasus Rahmat Effendi

Pada Kamis (6/1), KPK menetapkan total sembilan tersangka, yakni lima penerima suap dan empat pemberi suap terkait kasus dugaan korupsi tersebut.

Para penerima suap adalah Rahmat Effendi (RE), Sekretaris DPMPTSP M. Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).

Lalu, pemberi suap adalah Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp21,8 miliar, serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar.

Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.

Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi. Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Lalu sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.

Uang tersebut diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.

Baca juga: KPK kembali panggil ajudan Wali Kota Bekasi saksi kasus Rahmat Effendi
Baca juga: KPK sita dokumen transaksi bank terkait kasus Rahmat Effendi
Baca juga: Penyuap Wali Kota Bekasi nonaktif segera disidangkan

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022