Sistem peringatan dini yang dibangun tidak cukup hanya berhenti sebagai sebuah informasi
Jakarta (ANTARA) - Masih ingat dengan Seroja, tapi bukan bunga, melainkan badai dahsyat yang terbentuk di perairan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan memporak-porandakan sejumlah wilayah terutama di pesisir NTT pada awal April 2021.

Seorang nelayan di pesisir Pantai Oesapa Kota Kupang, Mohammad Mansyur yang akrab dengan sapaan Dewa menjadi penyelamat nyawa warga saat siklon tropis Seroja menerjang.

Bak dewa, seperti nama panggilannya, dengan kemampuan memahami data dan informasi cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang diterima melalui aplikasi pesan di telepon genggamnya, ia segera mengevakuasi dan mengungsikan warga kampungnya dari amukan Seroja.

Kemampuan Dewa memahami pesan cuaca BMKG didapat dari kegiatan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) yang dilaksanakan BMKG untuk para nelayan di Pantai Oesapa.

SLCN merupakan salah satu ikhtiar BMKG untuk meningkatkan literasi dan pengetahuan masyarakat terutama nelayan terhadap iklim dan cuaca.

Nelayan dapat memanfaatkan informasi yang disediakan BMKG melalui laman yang bisa diakses publik mulai dari informasi cuaca, peringatan dini gelombang tinggi sampai lokasi keberadaan ikan yang dapat meningkatkan hasil tangkapan.

Tidak hanya SLCN, BMKG juga meningkatkan pengetahuan petani dengan Sekolah Lapang Iklim (SLI) sehingga petani bisa merencanakan masa tanam hingga panen yang dapat mengurangi risiko gagal panen.

Suparji petani asal Jombang yang juga peserta SLI mengaku mendapatkan manfaat luar biasa dari kegiatan yang sudah diikuti dua kali itu. Ia mengaku sangat mudah mendapatkan info iklim dan cuaca yang diakses dari HP.

Para petani juga diajarkan untuk mengukur curah hujan dengan cara sederhana dan alat manual.

Dari beberapa kali SLI yang sudah dilaksanakan, para petani bahkan dapat menikmati hasil panen yang lebih baik. Seperti para petani bawang merah di Tulungagung Provinsi Jawa Timur di masa pandemi mereka malah dapat mengupah buruh tani.

Begitu juga dengan SLI di Bali yang meningkatkan produktivitas kopi, tembakau di Jawa Tengah dan saat ini juga diadakan SLI operasional bagi petani porang di DI Yogyakarta.

Porang merupakan tanaman menghasilkan umbi yang diolah menjadi tepung sebagai bahan pokok konnyaku yang dianggap lebih sehat dan untuk vegetarian. Porang saat ini diekspor ke sejumlah negara seperti Jepang dan Korea.

Karena wilayah Indonesia juga sering mengalami gempa bumi, BMKG juga melaksanakan Sekolah Lapang Gempa bumi (SLG) untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana yang hingga saat ini belum dapat diketahui kapan dan dimana akan terjadi.

Sebetulnya gempa tidak menyebabkan korban jiwa, tapi kerusakan akibat gempa seperti bangunan roboh dan menimpa penghuninya yang menimbulkan korban luka maupun meninggal dunia.

Lain lagi jika gempa yang menimbulkan tsunami, masyarakat terutama di wilayah pesisir perlu mengetahui tanda-tanda terjadinya gelombang dahsyat tersebut dan segera mengevakuasi diri ke tempat yang lebih tinggi.

Dalam SLG, masyarakat diajarkan bagaimana melindungi diri saat gempa mengguncang. Jika di dalam ruangan hendaknya berlindung di bawah meja terutama melindungi bagian kepala.

Setelah guncangan gempa melemah, segera keluar ke tanah lapang sampai kondisi benar-benar aman. BMKG juga kerap mengingatkan agar warga memeriksa bangunan rumahnya apakah ada yang retak atau rusak untuk mewaspadai gempa susulan yang kemungkinan dapat merobohkan bangunan.

SLG juga dilaksanakan bagi para pelajar di sekolah-sekolah agar menciptakan kesadaran kesiapsiagaan sejak dini. Selain memberikan pengetahuan, dalam SLG juga dilakukan simulasi gempa dan cara penyelamatan diri.

Baca juga: BMKG tingkatkan pemahaman tentang cuaca dan iklim lewat Sekolah Lapang

Baca juga: BMKG: Perluas SLCN bantu tingkatkan mitigasi bencana hidrometeorologi

Baca juga: BMKG maksimalkan Sekolah Lapang Gempa untuk halau hoaks


Tantangan Iklim

Sekolah Lapang merupakan salah satu upaya BMKG untuk meningkatkan literasi masyarakat terkait pemanfaatan data meteorologi, klimatologi dan geofisika untuk kegiatan ekonomi dan kegiatan peringatan dini serta aksi dini.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan peningkatan pemahaman masyarakat tersebut sangat penting karena wilayah Indonesia yang terletak di antara Benua Asia dan dan Australia serta di dua Samudra yaitu Pasifik dan Hindia.

Letak geografis Indonesia tersebut menyebabkan banyak faktor yang mempengaruhi kondisi iklim dan cuaca mulai dari La Nina, El Nino, Dipole Mode juga monsun yang selalu bertiup ke arah Indonesia sehingga iklim dan cuaca di Tanah Air semakin kompleks dan tantangannya semakin besar.

Kondisi ini diperparah dengan fenomena perubahan iklim global akibat pemanasan global yang semakin memperparah kompleksitas dan ketidakpastian iklim dan cuaca di Indonesia.

Menurut dia cuaca ekstrem yang kerap menghantam Indonesia diakibatkan kencangnya laju perubahan iklim. Tidak hanya intensitasnya yang bertambah, namun juga durasinya.

Mulai dari hujan lebat disertai kilat dan petir, siklon tropis, gelombang tinggi, hingga hujan es.

Ketika situasi tersebut bertemu dengan kerentanan lingkungan, maka fenomena ekstrem tersebut tidak jarang merembet menjadi bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang, angin puting beliung, dan tanah longsor.

BMKG mencatat secara keseluruhan, 2016 merupakan tahun terpanas di Indonesia dengan nilai anomali sebesar 0,8 derajat Celcius sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020.

Tahun 2020 menempati urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,7 derajat Celcius, dengan tahun 2019 berada di peringkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0,6 derajat Celcius.

Suhu rata-rata global yang dirilis World Meteorological Organization (WMO) di laporan terakhirnya pada awal Desember 2020 juga menempatkan tahun 2016 sebagai tahun terpanas (peringkat pertama), dengan tahun 2020 sedang on-the-track menuju salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah dicatat.

Kondisi ini pula yang mengakibatkan mencairnya salju abadi di Puncak Jaya, Papua. Bila awalnya luas salju abadi sekitar 200 km persegi, maka kini hanya menyisakan 2 km persegi atau tinggal satu persen saja.

Salju dan es abadi di Puncak Jaya sendiri merupakan keunikan yang dimiliki Indonesia, mengingat wilayah Nusantara beriklim tropis.

Fenomena lainnya, munculnya siklon tropis seroja yang mengakibatkan bencana banjir bandang dan longsor di Nusa Tenggara Timur (NTT) April 2021. Fenomena siklon bisa dikatakan sangat jarang terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia.

Namun, selama 10 tahun terakhir kejadian siklon tropis semakin sering terjadi yang berdampak cuaca ekstrem dan mengakibatkan bencana hidrometeorologi.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana alam yang terjadi selama Januari hingga Maret 2022 sebanyak 424 kejadian banjir, 195 tanah longsor, 358 kali kejadian cuaca ekstrem serta delapan kejadian gelombang pasang dan abrasi.

"Sistem peringatan dini yang dibangun tidak cukup hanya berhenti sebagai sebuah informasi," ujar Dwikorita.

Lebih dari itu, butuh aksi mitigasi yang komprehensif dari hulu hingga hilir dengan pelibatan aktif masyarakat dan berbagai pihak termasuk pihak swasta, para akademisi, filantropi, media dan lainnya.

Baca juga: BMKG ajak masyarakat pahami peta bahaya tsunami di Manggarai Barat

Baca juga: Sekolah lapang iklim solusi adaptasi perubahan cuaca sektor pertanian


Baca juga: BMKG gelar Sekolah Lapang Gempa tingkatkan edukasi mitigasi bencana
 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022