Jakarta (ANTARA) - Destructive Fishing Watch (DFW) menyatakan pentingnya mengembangkan potensi ekonomi biru di kawasan biodiversitas (Key Biodiversity Area/KBA) Wabula di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, khususnya dalam sektor kepariwisataan.

"Potensinya besar, tinggal didukung dengan pemantapan perencanaan dan penyediaan infrastruktur pendukung seperti sarana dan prasarana wisata seperti homestay, kuliner dan atraksi wisata pendukung," kata Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Abdi mengingatkan bahwa hal tersebut sejalan dengan ekonomi biru yaitu penggunaan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan lapangan pekerjaan dengan tetap menjaga kualitas ekonomi dan ekosistem laut.

Untuk itu, ujar dia, peluang pemanfaatan laut Wabula untuk kegiatan pariwisata akan makin terbuka karena sejalan dengan rencana pemda setempat yang bakal menjadikan Wabula sebagai daerah destinasi wisata andalan.

Ia menuturkan, laporan Bank Dunia menyebutkan bahwa peran laut sangatlah penting bagi kesejahteraan Indonesia. Peran laut tersebut berdimensi sangat luas karena memiliki nilai dan kontribusi besar bagi sektor perikanan senilai 27 miliar dollar AS, menghidupi 7 juta tenaga kerja, dan memenuhi lebih dari 50 persen kebutuhan protein hewani di Indonesia.

Menurut dia, salah satu wilayah pesisir Indonesia yang sejak lama mengadaptasi sistem pengelolaan sumber daya laut secara berkelanjutan adalah KBA Wabula di Sultra.

Untuk mendukung dan memperkuat sistem pengelolaan tersebut, DFW Indonesia bekerjasama dengan Burung Indonesia dan atas dukungan Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) mengimplementasikan program pengelolaan perikanan skala kecil berbasis masyarakat adat di KBA Wabula Kabupaten Buton.

Program ini bertujuan untuk menyediakan data profil sumberdaya perikanan skala kecil di KAB Wabula, meningkatkan kapasitas masyarakat hukum adat dalam pengelolaan sumber daya laut, dan menyediakan kebijakan pengelolaan sumber daya laut berdasarkan kearifan lokal dalam mendorong tata kelola sumber daya laut yang lebih baik.

Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengatakan wilayah ini memiliki tiga ekosistem penting di pesisir yaitu mangrove, lamun dan terumbu karang yang relatif terjaga dengan baik dengan sistem pengelolaan berbasis masyarakat hukum adat.

"Kondisi terumbu karang di Wabula 50-58 persen masih dalam kondisi baik. Ini jauh dari kondisi terumbu karang Indonesia yang tinggal 23,5 persen yang dalam kondisi baik” kata Abdi.

Abdi menambahkan bahwa tingginya persentase terumbu karang, lamun dan mangrove dalam kategori baik di Wabula karena ditopang oleh sistem pengelolaan perikanan tradisional dengan sistem Nambo. Dalam wilayah Nambo yang merupakan wilayah perikanan tradisional Masyarakat Hukum Adat Wabula, terdapat zona inti yaitu Kaombo yang merupakan zona larang ambil.

Dia mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 2 jenis Kaombo di Wabula yaitu Kaombo Awaktu, yaitu wilayah laut yang ditutup secara temporer atau buka tutup, dan Kaombo Saumuru yaitu wilayah laut yang ditutup secara permanen.

Pengelolaan dengan sistim Kaombo ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada ekosistem dan biota laut seperti ikan karang, ikan hias, lola dan teripang untuk dapat berkembang biak dan pulih kembali.

Sistim tersebut, lanjutnya, telah memberi dampak positif bagi masyarakat Wabula yaitu terjaganya ekosistem penting di laut, tercukupinya kebutuhan pangan ikan bagi masyarakat dan tumbuhya kegiatan wisata bahari dan penelitian seperti pemancingan dan menyelam yang mulai memberi dampak ekonomi bagi masyarakat Wabula.


Baca juga: DFW: Revitalisasi hukum adat dalam kelola sumber daya laut nasional
Baca juga: KKP tegaskan larangan perdagangan karang hias ilegal
Baca juga: Yayasan TERANGI: Terumbu karang spesies penting atasi pemanasan global
Baca juga: YKAN harap terumbu karang rusak diperbaiki melalui dana asuransi

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2022