Jakarta (ANTARA) - Daerah perbatasan merupakan refleksi dari keberhasilan pembangunan suatu negara, termasuk Indonesia. Letak daerah perbatasan yang berdampingan secara langsung dengan negara tetangga mempertontonkan sudah sejauh apa pemerintah Indonesia menyentuh wilayahnya.

Daerah perbatasan adalah garda terdepan dari berlangsungnya aktivitas para pelintas perbatasan, khususnya melalui jalur darat dan laut. Daerah perbatasan adalah cerminan dari semangat Pemerintah menjaga kedaulatan negaranya.

Daerah perbatasan adalah representasi dari keadilan di suatu negara. Dengan demikian, daerah perbatasan memiliki peran yang sangat strategis untuk membangun citra Indonesia di mata internasional. Sayangnya, membangun dan mengelola kawasan perbatasan bukanlah perihal yang mudah.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa terdapat berbagai masalah yang menjadi tantangan bagi Pemerintah untuk mengelola daerah perbatasan.

Adapun beberapa tantangan yang menjadi catatan Handoko adalah rentang kendali Pemerintah Pusat yang terbentang jauh secara geografis, sulitnya menciptakan pelayanan publik dengan kualitas prima, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang terbatas, serta infrastruktur yang nisbi terbatas.

Menambahkan catatan dari Handoko, Profesor Kebijakan Publik, Governansi, Reformasi Administrasi dari Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia Eko Prasojo menyebutkan beberapa aktivitas ilegal yang sangat riskan terjadi di daerah perbatasan.

Sebagian besar dari aktivitas ilegal tersebut merupakan bagian dari kejahatan transnasional, seperti perdagangan manusia, penangkapan ikan secara ilegal, masuknya obat-obatan terlarang, hingga masuknya berbagai paham atau ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.

Eko juga mengungkapkan bahwa sebagian besar dari daerah perbatasan memiliki penduduk miskin dengan jumlah yang berada di atas rata-rata tingkat kemiskinan nasional. Karenanya, ia memandang penting bagi Pemerintah untuk menggencarkan pembangunan dan pengelolaan kawasan perbatasan.

Berbagai tantangan tersebut tidak menjadi alasan bagi Pemerintah untuk mengibarkan bendera putih. Sekretaris Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) Restuardy Daud menyampaikan perkembangan pembangunan dan pengelolaan kawasan perbatasan di Indonesia.

Terdapat tiga hal yang menjadi fokus Pemerintah dalam pembangunan perbatasan, yakni memperkuat perbatasan negara, mengelola aktivitas lintas batas negara, serta membangun perbatasan sesuai dengan potensi yang ada di wilayah tersebut.

Memperkuat perbatasan negara
Ardy, sapaan akrab Restuardy Daud, menyampaikan salah satu dimensi terkait pengelolaan perbatasan adalah Dimensi Batas Wilayah Negara atau Boundary Dimension. Dimensi ini berfokus pada penguatan upaya penegakan kedaulatan negara serta penegakan pertahanan dan keamanan negara.

Dimensi ini berbicara mengenai bagaimana Indonesia mempertegas batas dengan negara tetangga, bagaimana Indonesia menarik garis batas, serta bagaimana Indonesia membangun patok-patok di lapangan.

Saat ini, tantangan Indonesia memperkuat batas negara adalah beberapa batas negara yang belum selesai, baik dalam hal penetapan maupun penegasan di beberapa segmen.

Ardy mengungkapkan, terkait dengan penentuan perbatasan negara dengan Malaysia, terdapat 7 permasalahan perbatasan lagi yang menanti untuk diselesaikan, dan 3 dari 7 permasalahan tersebut tinggal memasuki tahap survei kembali atau resurvey.

Selanjutnya, pada batas laut, Indonesia memiliki permasalahan outstanding boundaries di Selat Malaka (di dekat Pulau Sumatera), di atas laut Natuna Utara (Kepulauan Riau), dan di Alor (Nusa Tenggara Timur). Catatan tersebut memiliki keterkaitan dengan penetapan laut teritori Indonesia berdasarkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landasan kontinen.

Dalam hal ini, BNPP telah mengajak masyarakat untuk bersama-sama memantau wilayah batas di desa mereka, turut melaporkan kondisi batas wilayah, melaporkan aktivitas yang berlangsung di sana, sekaligus menjaga patok batas negara.

BNPP juga melakukan berbagai kegiatan pengembangan wawasan kebangsaan bersama Kementerian Pertahanan yang bertujuan untuk membangun semangat bela negara, serta kegiatan-kegiatan ketahanan pangan di kawasan perbatasan.

Ardy juga menjelaskan bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk melakukan kegiatan pengembangan wawasan kebangsaan bagi masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan negara.

BNPP menargetkan 720 orang masyarakat desa untuk terlibat dalam kegiatan tersebut dalam rentang tahun 2020-2024. Jumlah itu menyesuaikan ketersediaan pendanaan.

Meskipun demikian, Ardy mengatakan pihaknya juga menggandeng guru, tokoh masyarakat, serta aparatur pemerintahan desa untuk mendorong pelibatan masyarakat dalam memperkuat perbatasan negara.

Mengelola Pos Lintas Batas Negara (PLBN)
Ardy mengungkapkan bahwa yang menjadi fokus dari Pemerintah terkait dengan lintas batas negara adalah melakukan penertiban, khususnya untuk mencegah terjadinya aktivitas ilegal di wilayah perbatasan.

Terkait dengan pengelolaan PLBN, Indonesia memiliki 8 PLBN yang sudah beroperasi, yakni PLBN Aruk (Kalimantan Barat), PLBN Entikong (Kalimantan Barat), PLBN Badau (Kalimantan Barat), PLBN Wini (Nusa Tenggara Timur/NTT), PLBN Motaain (NTT), PLBN Motamasin (NTT), PLBN Sota (Papua), dan PLBN Skouw (Papua).

Sedangkan, 8 PLBN lain masih berada di tahap pembangunan. PLBN yang masih berada di tahap pembangunan berlokasi di Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, 4 PLBN di Kalimantan Utara, NTT, dan Papua.

PLBN tidak hanya bertujuan untuk menertibkan pelayanan lintas batas negara. Pos ini juga berfungsi untuk menjadi pendorong sentra pertumbuhan ekonomi baru kawasan di sekitarnya.

Upaya pembangkitan ekonomi melalui PLBN dibuktikan dengan pembukaan pasar wisata maupun pasar umum di masing-masing PLBN yang telah beroperasi.

Ardy menyampaikan, sebelum pandemi COVID-19, aktivitas perdagangan di pasar PLBN tergolong cukup padat. Hal tersebut tergambarkan pada situasi Pasar PLBN Motaain yang menampung 25 kios, 188 lapak, dan 87 pedagang pada 2019.

Membangun Perbatasan Sesuai Potensi
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2021 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi pada Kawasan Perbatasan Negara di Aruk, Motaain, dan Skouw yang ditetapkan pada 11 Januari 2021 menjadi pendorong Pemerintah untuk memaksimalkan potensi ekonomi di wilayah tersebut, kata Ardy.

Pemerintah menjalankan 21 program di Aruk, Kalimantan Barat guna mewujudkan kawasan perbatasan yang merupakan pusat produksi peningkatan hasil dan pemasaran dari pertanian, perkebunan, dan pariwisata.

Sedangkan, di Skouw, Papua, Pemerintah menjalankan 19 program untuk mewujudkan kawasan tersebut sebagai pusat pertumbuhan baru yang berbasis pada pengembangan kluster pangan dan sabuk wisata perbatasan.

Lebih lanjut, pada Motaain, NTT, Pemerintah menjalankan 20 program untuk mewujudkan kawasan perbatasan yang menjadi pusat pelayanan dan pusat distribusi barang dan jasa berbasis pertanian dan peternakan terpadu.

Dari berbagai kegiatan tersebut, Ardy mengungkapkan bahwa yang Pemerintah lakukan, secara umum, adalah mengidentifikasi apa saja produk unggulan yang laku atau memiliki pasar di negara tetangga.

Pengelolaan kawasan perbatasan yang sesuai dengan potensi wilayah masing-masing juga melibatkan sinergisitas antarkementerian dan lembaga. Masing-masing kementerian, tutur Ardy, memposisikan diri di dalam rencana aksi kegiatan yang ada sehingga tidak terjadi duplikasi kegiatan di lapangan.

Sinergisitas tersebut bertujuan untuk mengakselerasi perkembangan perekonomian di kawasan perbatasan.

Tentunya, seluruh upaya yang dilakukan oleh Pemerintah juga dibarengi dengan pembangunan infrastruktur, baik terkait pembangunan jalan, infrastruktur yang menyokong komunikasi, pendidikan, hingga kesehatan untuk memudahkan akses dan mendukung perkembangan kawasan perbatasan.

Ardy mengungkapkan, seluruh upaya tersebut merupakan wujud komitmen pembangunan Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Sebagaimana yang diucapkan oleh Presiden Joko Widodo, "Kita ingin rakyat Indonesia yang berada di pinggiran, di kawasan perbatasan, di pulau-pulau terdepan, di kawasan terisolir merasakan hadirnya negara, merasakan buah pembangunan, dan merasa bangga menjadi Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia."

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022