Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah kalangan meminta Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) bersikap tegas dan mengambil keputusan yang konkret dalam menyelesaikan kasus pencurian pulsa yang dialami konsumen layanan seluler.

"Pertemuan antara regulator, operator telekomunikasi, content provider (CP) dan konsumen belum menghasilkan keputusan yang konkret," kata David Tobing, salah seorang korban pencurian pulsa, di Jakarta, Rabu.

Menurut David yang juga berprofesi sebagai pengacara publik ini mengatakan yang dibutuhkan publik tidak hanya koordinasi, tetapi tindakan konkrit berupa moratorium (penghentian sementara) layanan SMS premium.

David sendiri membeberkan bahwa pulsanya terpotong setiap hari sebesar Rp10.000 setelah mengakses konten penjelajah web Opera Mini.

Pemberitaan media massa dalam dua pekan terakhir soal pulsa raib menyita perhatian publik seiring banyaknya laporan masyarakat bahwa pulsanya tergerus setiap hari meskipun tidak melakukan registrasi SMS premium.

Sebelumnya, Komisi I DPR-RI pada Senin (10/10) akhirnya menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Menkominfo Tifatul Sembiring, anggota BRTI, petinggi operator telekomunikasi dan sejumlah CP untuk meminta klarifikasi soal kasus tersebut.

Meski rapat berlangsung alot, namun DPR tetap meminta regulator dan operator segera mengumumkan perusahaan penyedia konten yang nakal dalam berbisnis.

Sementara itu, Ketua Bidang Teknologi Informasi Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Iqbal Farabi mengatakan pemerintah harus menjadikan BRTI tegas sebagaimana fungsinya.

"CP itu mendapatkan izin dari BRTI dan Kemenkominfo. Kalau terbukti melanggar langsung cabut saja. Kalau ada yang sampai merugikan pelanggan perlu masuk ranah penyidikan. Jadi salah siapa kalau regulator selama ini hanya diam saja," katanya.

Menurut Iqbal, BRTI dan pemerintah seharusnya melihat ini sebagai aset yang sangat berharga, sebagai salah satu pendorong ekonomi nasional.

"Sangat disayangkan apabila hanya karena sejumlah CP saja, industri yang perputaran uangnya mencapai Rp4,8 triliun per bulan itu harus meredup," ujarnya.

Terakit kasus pencurian pulsa tersebut asosiasi penyedia konten Indonesia Mobile Multimedia Association (IMMA), dan Indonesia Mobile and Online Content Provider (Imoca) mengkhawatirkan masa depan bisnis konten di tanah akan terganggu.

Ketua IMMA. T Amershah mengatakan dalam menjalankan bisnis para anggotanya mengikuti aturan dan bersedia untuk mendaftarkan layanan konten selulernya kepada BRTI.

"Kami bahkan mendukung kebijakan itu karena justru akan melindungi bisnis CP agar selalu sehat dan terus tumbuh," kata Amershah.

Sementara itu Ketua Imoca Haryawirasma mengaku isu pencurian pulsa tersebut cukup mengganggu karena merusak image bisnis CP secara keseluruhan.

"Bisnis CP tidak semuanya nakal, bahkan banyak juga CP yang tidak menyelenggarakan layanan SMS premium," ujarnya.

Untuk itu perlu edukasi dua sisi yaitu pelaku industri maupun konsumen, dengan cara sosialisasi produk yang ditawarkan dan tidak memberlakukan aturan berlebih seperti konfirmasi berulang kali dalam membeli suatu produk, serta kemudahan saat konsumen menghentikan langganan.
(R017)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011