Mataram (ANTARA News) - Dua dari sepuluh penderita busung lapar atau gizi buruk di Nusa Tenggara Barat (NTB) kini masih dirawat di RSU Mataram, sementara empat diantaranya telah meninggal dunia. Kepala Sub Bagian (Kasubag) Humas RSU Mataram, Rudi Syarif Iskandar di Mataram, Minggu malam mengatakan, penderita gizi buruk yang masih dirawat itu satu diantaranya sudah dirawat sejak bulan Januari lalu. "Dua pasien gizi buruk sudah dipulangkan, namun masih harus menjalani rawat jalan untuk pemulihan di Puskesmas dengan pemberian makanan tambahan," katanya. Sebelumnya Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr. Baiq Magdalena mengatakan, kasus gizi buruk yang hingga kini masih menjadi masalah di NTB lebih banyak disebabkan penyakit lain penyerta sehingga relatif sulit diatasi. Dia mengatakan, kasus gizi buruk angkanya masih tinggi di NTB banyak disertai penyakit penyerta seperti infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), radang paru-paru dan tuberculose (TBC). "Penyakit penyerta tersebut mengakibatkan anak tidak mau makan yang akhirnya menimbulkan gizi buruk, karena itu untuk mengatasi harus terlebih dahulu menyebuhkan penyakit tersebut," ujar Magdalena. Karena itu, katanya, kasus gizi buruk di NTB tidak semata-mata akibat persoalan gizi, tetapi justru lebih berat karena harus terlebih dahulu ditangani dan menyembuhkan penyakit yang menyebabkan munculnya gizi buruk. Selama tahun 2005 jumlah kasus gizi buruk di NTB tercatat 3.515 kasus, setelah ditangani antara lain dirawat di rumah sakit dan pemberian makanan tambahan, sekitar 48 persen diantaranya berhasil diatasi. Dalam upaya menekan kasus gizi buruk, Dinas Kesehatan NTB bersama instansi terkait terus berjuang antara lain dengan pemberian makanan tambahan dan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Pemerintah pusat juga memberikan tambahan dana lebih banyak untuk penanganan kasus gizi buruk di NTB yang langsung disalurkan ke pemerintah kabupaten/kota, sekarang kader yang membantu menangani gizi buruk di desa juga mendapat honor masing-masing Rp50.000 per orang per bulan.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006