Tokyo (ANTARA) - Bank sentral Jepang (BOJ) akan mempertahankan suku bunga ultra rendah pada Kamis (28/4/2022) dan menahan diri dari penyesuaian besar terhadap panduan kebijakan dovish, karena kenaikan biaya bahan baku memaksanya untuk fokus mendukung pemulihan ekonomi yang rapuh.

Komitmen BOJ terhadap program suku bunga nol membuatnya bertentangan dengan bank-bank sentral utama yang beralih ke kebijakan moneter yang lebih ketat, meskipun inflasi di Jepang diperkirakan akan merayap naik menuju target 2,0 persen bank sentral.

Sebaliknya, lonjakan inflasi mendorong Federal Reserve AS dan Bank Sentral Eropa (ECB) untuk menghapus stimulus yang digunakan selama pandemi COVID-19.

Prospek pengetatan Fed yang agresif, yang akan memperlebar perbedaan antara suku bunga AS dan Jepang, telah mendorong yen ke posisi terendah dua dekade terhadap dolar.

Spekulasi telah tersebar luas bahwa BOJ dapat memungkinkan suku bunga jangka panjang naik lebih banyak atau mengubah pedoman kebijakannya untuk memerangi penurunan yen, karena beberapa anggota parlemen khawatir penurunan lebih lanjut dalam mata uang itu dapat lebih berbahaya daripada menguntungkan bagi perekonomian dengan menggelembungkan biaya impor.

Tetapi dengan inflasi yang moderat dibandingkan dengan negara lain dan ekonomi masih di bawah tingkat pra pandemi, BOJ tidak terburu-buru untuk meningkatkan biaya pinjaman atau memodifikasi janji untuk mempertahankan suku bunga pada level saat ini atau lebih rendah, kata seorang sumber.

"Kesenjangan output di Jepang adalah negatif, dan masih ada jalan panjang untuk mencapai target 2,0 persen secara stabil," kata Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda dalam pidatonya pada Jumat (22/4/2022).

"Peran Bank Dunia dalam konteks saat ini sangat jelas: untuk terus melanjutkan pelonggaran moneter saat ini yang berpusat pada kontrol kurva imbal hasil."

Pada pertemuan kebijakan dua hari yang berakhir pada Kamis (28/4/2022), BOJ secara luas diperkirakan akan mempertahankan target suku bunga jangka pendeknya di -0,1 persen dan untuk imbal hasil obligasi 10-tahun sekitar 0 persen.

Dalam perkiraan triwulanan baru yang akan dirilis setelah pertemuan Kamis (28/4/2022), bank sentral diperkirakan akan menaikkan perkiraan inflasi untuk tahun fiskal ini mendekati 2,0 persen yang mencerminkan kenaikan biaya bahan bakar.

Tetapi BOJ kemungkinan akan memangkas perkiraan pertumbuhan tahun ini karena konsumsi yang lemah dan memproyeksikan bahwa harga-harga akan moderat tahun depan dan seterusnya, karena memandang inflasi yang didorong biaya saat ini sebagai sementara.

Pasar akan fokus pada pernyataan Kuroda pada konferensi pers pascapertemuan untuk petunjuk tentang apakah dan seberapa cepat BOJ dapat mengubah pedoman kebijakan dovish-nya.

Di bawah panduan saat ini, BOJ mengatakan "tidak akan ragu untuk mengambil langkah-langkah pelonggaran tambahan," dan mengharapkan kebijakan suku bunga jangka pendek dan panjang untuk "tetap pada level saat ini atau lebih rendah."

Beberapa analis bertaruh BOJ dapat mengubah panduan ke sikap yang lebih netral pada awal pertemuannya pada Kamis (28/4/2022).

Dalam pidato Jumat (22/4/2022), Kuroda mengatakan dia melihat tidak perlu meningkatkan stimulus, dan bahwa kebijakan masa depan akan bergantung pada data dan "kecepatan."

Namun, setiap perubahan dalam panduan akan moderat dan tidak akan mengarah pada pengetatan moneter segera, kata para analis.

"Kami tidak memperkirakan BOJ untuk menyesuaikan kontrol kurva imbal hasil kali ini, karena bank berfokus pada risiko terhadap ekonomi daripada kenaikan inflasi," kata Hiroshi Ugai, kepala ekonom Jepang di JPMorgan Securities, yang memprediksi bank sentral bisa mengubah panduan pada Kamis (28/4/2022).

Baca juga: Penasihat PM Jepang: BOJ harus bertindak sejalan bank sentral global
Baca juga: IHSG diperkirakan menguat terbatas usai BoJ pertahankan kebijakan
Baca juga: BoJ mungkin menderita kerugian jika keluar dari kebijakan uang longgar

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022