Pemerintah AS telah membekukan aset bank sentral Afghanistan sebesar hampir 10 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp14.452), yang kian memperburuk ekonomi yang telah rapuh di negara tercabik perang itu.
Bamiyan (ANTARA) - Bazaarcha-e-Hunar adalah pasar kerajinan populer yang dijalankan oleh kaum perempuan di Provinsi Bamiyan. Seperti bisnis lainnya di Afghanistan, pasar tersebut tengah mengalami kesulitan.

Pasar yang menjual kerajinan tangan karya kaum perempuan di daerah tersebut kehilangan popularitasnya karena sektor pariwisata merosot tajam hingga nyaris hilang.

"Pandemi dan perubahan politik telah menghancurkan bisnis saya," ungkap seorang pedagang bernama Humira Ahmadi kepada Xinhua baru-baru ini.

Setelah kekalahan pasukan pimpinan Amerika Serikat (AS) di Afghanistan, diikuti oleh Taliban yang mengambil alih kekuasaan di negara itu pada Agustus lalu, pemerintah AS telah membekukan aset bank sentral Afghanistan sebesar hampir 10 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp14.452), yang kian memperburuk ekonomi yang telah rapuh di negara yang dilanda perang itu.

Februari lalu, Presiden AS Joe Biden mengeluarkan dekrit yang mengalokasikan 3,5 miliar dolar AS dari jumlah aset yang dibekukan untuk keluarga korban insiden 9/11 dan 3,5 miliar dolar AS lainnya untuk bantuan kemanusiaan di Afghanistan.
 
Seorang perempuan Afghanistan menunjukkan kerajinan tangan di pasar kerajinan di Kota Bamiyan, Afghanistan tengah, pada 19 Maret 2022. (Xinhua/Saifurahman Safi)


"Saya menghasilkan hingga 150.000 afghani (1 Afghani = Rp165,88) dalam beberapa tahun terakhir. Sekarang, saya beruntung bisa menghasilkan 500 afghani dalam sepekan," kata Ahmadi. "Sebelum terjadi perubahan politik, 50 perempuan bekerja di sini, dan kini hanya ada sekitar 10 perempuan. Dulu terdapat hampir 100 asosiasi perempuan di Bamiyan, tetapi kini lebih dari 500 perempuan kehilangan pekerjaan dan pendapatan mereka," tutur Ahmadi.

Sabira, seorang perempuan berusia 25 tahun yang berjualan kerajinan tangan bersama ibunya di pasar tersebut, mengeluhkan bisnisnya yang suram.

"Dulu, lebih banyak wisatawan yang datang. Orang-orang datang dari seluruh dunia, tetapi sekarang tidak. Warga setempat memang membeli beberapa produk kami, tetapi keadaannya tak sebaik sebelumnya," katanya.

"Perubahan dalam bisnis kami terlihat jelas. Kami memiliki lebih banyak pelanggan tahun lalu dan tahun sebelumnya. Bisnis kami menguntungkan dan kami mampu memperoleh 1.000 hingga 5.000 afghani setiap harinya. Namun, saat ini saya merasa sulit untuk mendapatkan 200 afghani," kata penjual kerajinan tangan itu. 
 

Pewarta: Xinhua
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022