Jakarta (ANTARA) - Lembaga pemerhati kelautan Toma Maritime Center bersama Preposisi menginginkan pemerintah dapat fokus kepada persoalan pemberdayaan dan hak perempuan pesisir, termasuk di Maluku sebagai kawasan lumbung ikan nasional.

Pendiri Toma Maritime Center, Rima Baskoro dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa, menyampaikan bahwa perempuan-perempuan Maluku berperan mulai dari proses praproduksi, produksi, sampai dengan pascaproduksi.

"Ini tugas yang begitu kompleks dan sangat penting peranannya untuk memastikan pemenuhan protein bangsa. Tanpa perempuan pesisir, rumah tangga dan industri perikanan tidak akan bisa berdiri tegak untuk mengirimkan protein ke atas meja makan di rumah masyarakat Indonesia," tegas Rima.

Oleh karena itu, Toma menekankan agar jangan terjadi terletak pada pengabaian potensi dan hak perempuan pesisir jika kelak kebijakan lumbung ikan nasional terealisasi, karena saat ini ketika Maluku sebagai lumbung ikan nasional belum terealisasi, perempuan yang melaut dan menangkap ikan sebagai nelayan masih banyak terdata sebagai ibu rumah tangga sehingga tidak bisa mendapatkan kartu nelayan.

"Akibatnya tidak bisa memiliki asuransi kesehatan dan jiwa,dan tidak bisa membawa anak-anak sebagai tanggungannya. Potensi pengelolaan ikan pun belum maksimal sehingga nelayan perempuan hanya bisa menjual dalam bentuk ikan segar," ucapnya.

Toma, lanjutnya, senantiasa mendukung program Maluku Lumbung Ikan Nasional yang merupakan bagian dari National Blue Economic Development di mana selain menjamin tentang potensi ekonomi berbasis kelautan, juga menjamin potensi lapangan pekerjaan untuk kemakmuran rakyat.

Untuk itu, ujar dia, kebijakan Maluku Lumbung Ikan Nasional yang merupakan pengelolaan kelautan berkelanjutan demi mewujudkan pertumbuhan ekonomi, tidak dapat meninggalkan prinsip efisiensi sumber daya, prinsip multiple revenue, dan yang terpenting adalah prinsip keterlibatan masyarakat pesisir.

Senada dengan Toma, pendiri Preposisi Natalia Mahuddin juga menekankan bahwa potensi perikanan di Kepulauan Maluku menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen makanan laut terbesar di Asia Tenggara. Potensi terbesar adalah dari sektor perikanan yaitu perikanan tangkap.

Bahkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI tahun 2022 menyampaikan bahwa meskipun dalam masa pandemi COVID, perikanan Maluku tetap eksis, serta memiliki kontribusi potensi yang luar biasa dari sektor kelautan dan perikanan yang mencapai 2,9 juta ton per tahun dengan nilai setara Rp88,37 triliun per tahun.

Perempuan pesisir istri dari nelayan dinilai tak mendapatkan kesetaraan hak sebagai nelayan meskipun tidak sedikit yang ikut melaut bersama suaminya untuk menangkap ikan dan terlibat dalam proses produksi.

Penasehat Lembaga Serikat Nelayan dan Masyarakat Pesisir Nukila Evanty mengungkapkan riset yang menyebutkan bahwa sebanyak 42 persen pekerja yang bekerja di sektor perikanan adalah perempuan.

"Sebanyak 42 persen pekerja di sektor perikanan adalah perempuan. Namun peranan penting perempuan sering diabaikan dan pada kebijakan dalam manajemen kurangnya pengakuan," kata Nukila.

Menurut dia, peranan penting perempuan nelayan yang sering diabaikan ini bisa mengakibatkan dampak yang tidak baik terhadap sektor perikanan, ekonomi, maupun lingkungan.

Nukila menyebutkan tidak sedikit perempuan yang merupakan istri dari nelayan turut terlibat dalam proses penangkapan ikan, bahkan sejak dari persiapan hingga pengolahan. Pada praproduksi, istri nelayan yang menyiapkan alat tangkap dan perbekalan selama melaut.

Selanjutnya istri nelayan turut melaut untuk menangkap ikan membantu suaminya, dan selanjutnya pada proses pasca produksi mengolah ikan untuk dijual.

Baca juga: Perempuan pesisir dinilai tak dapatkan kesetaraan hak sebagai nelayan
Baca juga: KKP: Pelatihan diversifikasi usaha nelayan demi pengarusutamaan gender
Baca juga: KKP berdayakan perempuan nelayan dengan pelatihan diversifikasi usaha

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022