Sydney (ANTARA News) - Burung-burung yang bermigrasi dari Indonesia kemungkinan membawa virus flu burung (Avian Flu/AI) ke wilayah yang jarang penduduknya di Australia, di bagian pesisir utara, namun masih belum dapat ditentukan secara pasti, demikian pendapat dua ilmuwan Australia, Kamis. "Tak ada tirai ajaib antara Indonesia dan Australia, dan apabila burung-burung yang bermigrasi itu mencapai ke sini, maka itu bukanlah hal yang aneh," kata Professor Mark von Itzstein dari Griffith University dari negara bagian Queensland, Australia. Pemimpin kelompok ilmuwan pengembang obat yang diharapkan dapat menjadi penangkal flu unggas "Relenza" itu mengemukakan pula, "Dalam pandangan saya hal itu kemungkinan besar terjadi." Sementara itu, peneliti senior dari Macquarie University, Prof. Peter Curson juga berpendapat kemungkinan besar flu unggas sudah mencapai Australia. "Kemungkinan besar burung-burung bermigrasi itu sekarang sudah sampai di bagian utara Australia, yang datang dari Asia tenggara dan bermula dari Asia Timur," kata Curson. Australia dan Indonesia dipisahkan oleh Laut Timor, yang hanya memerlukan satu hari berperahu untuk melintas. Virus penyebab flu unggas H5N1 telah merenggut jiwa 90 orang di tujuh negara di Asia dan Timur Tengah sejak tahun 2003, dan telah menyebabkan dua juta unggas di musnahkan berkaitan dengan flu unggas. Penyebaran flu unggas terus meluas diseluruh wilayah Eropa masuk Afrika dan kini telah merebak di India dimana penduduk hidup berdampingan dengan hewan ternaknya termasuk hewan unggas dan burung hantu. Manusia pada umumnya terkena flu unggas melalui kontak fisik langsung dengan hewan-hewan yang telah terinfeksi namun para ahli mengkhawatirkan virus tersebut bermutasi (berubah bentuk dan sifatnya), sehingga dapat dengan mudah menyebar diantara sesama manusia dalam bentuk pandemik. Badan Pengawasan dan Karantina Australia dari sejumlah tes sampel terhadap sejumlah burung liar yang berada di bagaian pantai utara Australia tidak ditemukan virus flu unggas. "Spesies burung bermigrasi yang ada di wilayah utara Australia tidak melakukan kontak fisik dengan hewan ternak unggas setempat yang merupakan risiko yang paling besar bagi Australia," kata juru bicara Badan Karantina Crason Creagh. IOa menimpali, "Kami melakukan survei pada setiap musim semi saat dimana burung liar bermigrasi tiba dan sampel cairan di kirim ke laboratorium untuk di uji. Sejauh ini kami masih dinyatakan bebas dari flu unggas dan tentu kami berharap hal itu akan tetap demikian." Von Itzstein mengatakan, warga Australia, yang berjumlah sekira 20 juta orang dengan wilayah luas hendaknya tidak terlalu takut, namun harus waspada, sekalipun hanya sedikit saja burung -burung bermigrasi yang singgah ke wilayahnya. Namun, ia menilai, jika dilihat dari penyebaran yang berawal dari Asia timur terus merambat ke wilayah tengah, Eropa dan bahkan Afrika, maka masuk akal apabila burung-burung liar yang terinfeksi juga mencapai wilayah Australia. "Jarak yang ditempuh dari Asia timur ke Asia Tenggara dan berlanjut ke Australia jauh lebih kecil dibandingkan jarak bermigrasi ke utara, Eropa, dan kita harus menyadari bahwa negara kita tidak terletak di wilayah yang terpencil" kata Crason. Ia menambahkan, "Apabila burung-burung itu mampu mencapai Eropa hingga dibagian yang paling utara, membuktikan bahwa mereka mampu menempuh jarak rentang luas, maka tidak tertutup kemungkinan mereka juga mampu mengarah ke wilayah kita." Namun, von Itzstein mengatakan, kedatangan burung-burung terinfeksi tidaklah diartikan penyakit tersebut secara otomatis akan menyebar Australia. "Mereka dapat saja mati, dapat saja pergi menghilang atau kembali ke wilayah kita," demikian von Itzstein. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006