Purwokerto (ANTARA News) - Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan Mayor Jenderal TNI Puguh Santoso meminta masyarakat untuk tidak alergi terhadap Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) yang sedang dibahas DPR.

"Jangan dulu apriori dan berburuk sangka terhadap RUU Kamnas ini. Yang pasti kami terbuka terhadap segala masukkan, namun kami tetap meminta semua pihak melihat RUU ini secara objektif," kata Puguh kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam Dialog Nasional "Pilar Kebangsaan di Tengah Krisis Regenerasi Kepemimpinan Nasional" di Gedung Soemardjito, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kamis.

Menurut dia, draf RUU yang diserahkan Kemenhan kepada DPR pada Mei 2011 tersebut sebenarnya ditujukan untuk menyinergikan seluruh sumber daya nasional guna mengantisipasi berbagai ancaman publik dan keamanan eksternal maupun internal secara efektif.

Kendati demikian, dia mengakui, RUU yang diharapkan dapat disahkan akhir tahun ini sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya karena sejumlah pihak khawatir RUU tersebut berpotensi melegalkan penyalahgunaan kekuasaan oleh presiden seperti yang terjadi pada orde lama dan orde baru.

Ia mengatakan, RUU Kamnas ini lebih demokratis karena akan mengatur alat negara, baik kepolisian maupun TNI, secara proporsional dan profesional sehingga masyarakat tidak perlu alergi atau dibayangi trauma masa lalu.

"Pada prinsipnya, RUU Kamnas menyinergikan kebijakan politik dengan alat-alat keamanan seperti polisi dan TNI. Namun, pengerahan alat-alat keamanan tersebut nantinya harus berdasarkan keputusan pemimpin daerah mulai dari presiden hingga bupati, karena masing-masing pemimpin daerah yang paling tahu kondisi wilayahnya," kata dia menjelaskan.

Lebih lanjut, dia mengatakan, RUU Kamnas ini merupakan alat untuk mencegah ancaman nonmiliter seperti deradikalisasi dan sejumlah konflik horisontal lainnya.

Dalam kondisi tersebut, kata dia, semua pihak termasuk pemuka agama dan kalangan pendidikan harus ikut bertanggung jawab.

Menurut dia, hal ini disebabkan ancaman militer pada masa sekarang lebih kecil dibanding ancaman nonmiliter.

"RUU ini akan menetapkan apa ancaman, unsur utama, unsur pendukung, dan posisinya. Apakah dalam tahap pencegahan dini, peringatan dini, atau penindakan dini," katanya.

Ia mengatakan, RUU Kamnas juga bisa menjadi jawaban dari konflik berkepanjangan di Papua yang tidak hanya pada sektor keamanan sipil tetapi juga berujung dari kesenjangan ekonomi.

Selain itu, dia juga mencontohkan kasus Cikeusik yang berlarut-larut hingga menimbulkan banyak korban.

"Di mana sebetulnya peran bupati, di mana peran gubernur. Seharusnya peristiwa semacam itu, bisa cepat tertangani kalau ada laporan intelijen yang baik sampai pada pemfungsian alat negara," katanya.

Menurut dia, hingga saat ini Indonesia belum memiliki Undang-Undang Bahaya Negara dan masih mengacu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959, padahal ancaman bahaya nonmiliter semakin meluas dan membahayakan negara.

(ANTARA)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011