Depok (ANTARA) - Aliansi Mahasiswa dan Milenial Indonesia (AMMI) menilai kesediaan Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Dr Moeldoko, membahas penyelesaian persoalan HAM di masa lalu bersama perwakilan mahasiswa Universitas Trisakti bukti meneladani dan menjalankan amanat proklamator RI, Bung Karno.

"Bagi AMMI, sikap Pak Moeldoko itu secara langsung menunjukkan bahwa beliau menghormati dan meneruskan amanat Bung Karno untuk tidak melupakan sejarah," kata Ketua AMMI, Nurkhasanah dalam keterangan tertulisnya, Kamis.

Ia merujuk amanat tertulis Bung Karno yang diberikan sebagai pidato kenegaraan pada HUT Republik Indonesia, 17 Agustus 1966. Menurut dia, catatan sejarah menunjukkan bahwa pidato "Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah!” (“Djas Merah") itu merupakan pidato kepresidenan terakhir Bung Karno.

Baca juga: Moeldoko: Jangan terlalu euforia dengan pelonggaran pemakaian masker

Ia katakan, sikap Moeldoko itu sangat menginspirasi organisasinya yang terdiri dari kalangan milenial dan mahasiswa, generasi muda yang pada saatnya akan menerima estafet kepemimpinan.

"Dengan menunjukkan keteladanan untuk berani meneladani hal-hal baik dari para pemimpin negeri di masa lalu, Pak Moeldoko menginspirasi kami untuk berani mengambil hal-hal baik dari keteladanan yang pernah tumbuh di negeri ini," katanya.

"Kami pernah mendengar kalimat bernas seorang sahabat Nabi, bahwa hikmah dan keteladanan itu milik seluruh Muslim, dan keharusan untuk mengambil dan meneladaninya dari mana pun datangnya," kata dia.

Baca juga: Moeldoko terima mahasiswa Trisakti bahas kasus dugaan pelanggaran HAM

Terkait isi pertemuan KSP dengan BEM Trisakti, AMMI pun menggarisbawahi beberapa hal esensial. AMMI, misalnya, menunjuk sikap terbuka dan apa adanya dari KSP seputar penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu.

"Pernyataan Kepala Staf Kepresidenan, Dr Moeldoko, yang memastikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan tetap menjadikan pelanggaran HAM masa lalu sebagai prioritas dengan terus mengupayakan penyelesaiannya secara yudisial maupun non yudisial, sementara di sisi lain mengajak BEM Trisakti untuk berpikir dalam kerangka kepentingan negara yang lebih luas, menurut kami adalah hal yang bijak," jelas dia.

Moeldoko, kata dia, bahkan dengan sabar menjelaskan bahwa untuk penyelesaian secara yudisial akan digunakan untuk kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat baru (terjadi setelah UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM diberlakukan).

Baca juga: AMMI apresiasi komitmen Moeldoko soal kebangsaan dan jaga NKRI

Sedangkan untuk kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu (terjadi sebelum November 2000), akan diprioritaskan dengan penyelesaian melalui pendekatan non yudisial, seperti melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

"Itu jelas memberikan perspektif baru kepada teman-teman BEM Trisakti," kata dia.

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2022