Bahkan beberapa tahun terakhir, batu bara dilarang ekspor. Ketika kami melarang ekspor, sebagian negara meminta
Jakarta (ANTARA) - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebutkan ada standar ganda yang diterapkan dunia mengenai industri hijau dan energi hijau yang saat ini tengah digaungkan.

Oleh karena itu, menurut Bahlil, perlu ada kolaborasi global terkait pemahaman soal industri hijau dan energi hijau untuk menyukseskan isu global tersebut.

"Kita harus berpikir untuk berkolaborasi, sebab di saat bersamaan kita bicara tentang emisi gas rumah kaca, kita bicara tentang bagaimana menurunkan CO2, tapi di sisi lain kita buat kesepakatan standar ganda," katanya dalam sambutan dibukanya Indonesia Pavilion dalam World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, yang dipantau secara daring dari Jakarta, Senin.

Bahlil mencontohkan kasus batu bara di mana Indonesia diminta agar tidak lagi menggunakan sumber energi yang disebut tak ramah lingkungan itu.

"Bahkan beberapa tahun terakhir, batu bara dilarang ekspor. Ketika kami melarang ekspor, sebagian negara meminta. Ini jadi mana yang benar?" katanya.

Kasus serupa terjadi lagi terkait ekspor CPO. Bahlil menyebutkan selama beberapa tahun terakhir produk CPO Indonesia dilarang masuk di beberapa negara Eropa karena dinilai merusak lingkungan. Padahal, Indonesia sudah menerapkan praktik perkebunan yang mengedepankan prinsip keberlanjutan.

"Ketika kami hari ini melarang ekspor CPO, sebagian negara ribut lagi, ingin untuk dikembangkan," ujarnya.

Oleh karena itu, menurut Bahlil, ke depan, perlu ada pemahaman yang sama bagi semua negara terkait konteks industri hijau dan energi hijau.

"Tidak boleh ada satu negara yang merasa lebih hebat daripada negara yang lain. Itu kata kunci kolaborasi untuk menyukseskan misi program besar global maupun masing-masing negara," katanya.

Mantan Ketua Umum Hipmi itu menuturkan regulasi Indonesia dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya untuk investasi di industri hijau maupun energi baru terbarukan sudah sangat baik dan mendukung.

Namun, kembali ia meminta semua negara untuk bisa menerapkan prinsip "berdiri sama tinggi, duduk sama rendah".

Sebagai negara yang memiliki sumber daya alam melimpah, Indonesia disebut Bahlil akan melakukan pengelolaan yang hati-hati dengan memprioritaskan kepentingan lingkungan.

Misalnya saja, terkait nikel, yang kini dilarang diekspor demi membangun industri hilirisasi. Selain memberikan nilai tambah, hilirisasi juga dinilai turut mendorong pengendalian lingkungan karena nikel akan diolah menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik. Walaupun ia mengakui, kebijakan tersebut ditentang keras sejumlah negara, bahkan hingga digugat ke WTO.

"Saya ingin sampaikan di forum yang terhormat ini, tujuan (setop ekspor bijih nikel) kami mulia, yaitu untuk menggolkan visi besar gagasan besar dari global untuk bagaimana mengendalikan lingkungan. Karena itu kami menyetop ekspor ore nikel, itu untuk membangun ekosistem baterai mobil dari hulu ke hilir. Ini sekarang yang akan kita lakukan," pungkas Bahlil.


Baca juga: Presiden Jokowi paparkan kekayaan energi hijau RI ke para CEO Amerika
Baca juga: Indonesia garap proyek biometana dari limbah pabrik kelapa sawit
Baca juga: BKPM: Perlu alat ukur untuk capai target ekonomi hijau

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022