Pekanbaru (ANTARA News) - Anggota DPR RI Wan Abu Bakar meminta masalah perbedaan pendapat terkait keberadaan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pulau Padang, Riau, diselesaikan dengan damai dan masyarakat diminta tidak termakan provokasi pihak yang mengusung kepentingan tertentu.

"Sebagian besar masyarakat Pulau Padang menerima keberadaan perusahaan di daerah tersebut. Apalagi keberadaan RAPP berdampak positif bagi perekonomian negara dan masyarakat setempat," kata Anggota Komisi VII DPR RI Wan Abu Bakar, Senin.

Hal itu disampaikan Wan Abu Bakar setelah melakukan kunjungan bersama Forum Komunikasi Anggota DPR ke Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, pekan lalu.

Forum tersebut terdiri dari anggota dewan yang berasal dari daerah pemilihan di Riau, seperti Wan Abu Bakar, Adi Sukemi, Sutan Soekarnotomo dan Nuriah.

Menurut dia, kunjungan anggota DPR tersebut untuk mendengar langsung aspirasi masyarakat di Pulau Padang setelah ada aksi jahit mulut di pelataran depan gedung DPR RI di Jakarta.

Ia menilai, Pulau Padang memiliki sumber daya alam yang luar biasa sehingga menjadi rebutan banyak pihak. Sayangnya, tingkat kehidupan ekonomi warga dan pendidikan masih rendah sehingga mudah untuk dihasut oleh pihak-pihak tertentu.

Karena itu, tidak tertutup kemungkinan aksi nekad di Jakarta adalah salah satu bentuk provokasi.

"Masyarakat jangan terbagi dua dan jangan mudah diprovokasi karena kalau hanya mendengarkan hal-hal yang negatif, daerah tidak akan maju," kata Adi Sukemi, yang juga anggota Forum Komunikasi Anggota DPR.

Menurut dia, RAPP menyatakan sudah berniat menginvestasikan sekitar Rp70 miliar untuk membangun kebun rakyat yang diperuntukkan bagi warga Pulau Padang. Ia mengatakan perusahaan akan menyiapkan bibit, menanam hingga memanen kebun untuk warga setempat.

Hal senada juga diutarakan Sutan Soekarnotomo, bahwa ada pihak yang diduga "menunggangi" masyarakat Pulau Padang untuk menggelar demo jahit mulut di Jakarta. Menurut dia, oknum tersebut memanfaatkan momen yang sedang mencuat yakni konflik lahan di Mesuji, Provinsi Lampung.

"Kalau murni menyelesaikan masalah tentunya mereka akan kirim surat resmi ke DPR. Saya juga sudah meminta perwakilan para pendemo untuk berdialog dengan saya. Tapi mereka menolak," ujarnya.

Anggota DPR RI lainnya, Nuriyah, mengatakan perusahaan harus memperhatikan tuntutan masyarakat, di antaranya seperti pembangunan jalan desa. Namun demikian, masyarakat juga harus bisa membuktikan kepemilikan lahan dengan surat yang sah, bukan sembarangan klaim.

"Mohon maaf ya, sekarang ini sudah sering terjadi, banyak masyarakat pendatang yang baru beberapa hari mengaku punya tanah dan mengolah lahan negara. Itu tidak benar," kata Nuriyah.

Aksi jahit mulut warga Pulau Padang digelar sejak Senin, (19/12) lalu. Mereka menuntut pemerintah pusat mencabut izin HTI atas lahan seluas 41.205 hektare di pulau tersebut yang didasarkan pada Keputusan Menteri Kehutanan No.327/2009.

(F012/I007)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011