Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso mengatakan, DPR RI akan mengkaji ulang rencana pemberian remunerasi kepada Polri menyusul serangkaian aksi kekerasan di sejumlah daerah yang mencoreng citra Polri.

"Pemberian remunerasi kepada aparat lembaga penegak hukum salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit agar mereka terpanggil untuk menegakkan modernisasi birokrasi dan menegakkan hukum secara profesional," kata Priyo Budi Santoso di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat.

Namun dengan adanya serangkaian kasus kekerasan di sejumlah daerah yang mencoreng citra Polri, Priyo menilai, pemberian renumerasi kepada Polri di ambang kegagalan.

Priyo menegaskan, DPR akan mengkalkulasi ulang bersama yakni sistem kerja di lembaga Polri.

"Sasarannya untuk perbaikan sistem. Saya mohon kepada masyarakat luas untuk bisa menahan diri, tidak serta-merta memberikan pernyataan kekecewaan kepada lembaga penagak hukum terutama Polri," katanya.

Pernyataan Priyo tersebut menyikapi berbagai kasus yang menjadi sorotan publik, seperti kasus kekerasan di Mesuji Lampung dan Bima Nusa Tenggara Barat yang menewaskan beberapa orang penduduk.

Kemudian kasus pencurian sandal jepit oleh pelajar berusia 15 tahun yang divonis hukuman penjara, serta kasus penembakan liar di Aceh yang juga menewaskan beberapa orang penduduk.

Menurut dia, sejumlah kasus itu karena aparat kepolisian dan kejaksaan di daerah berjalan sendiri, tidak mengikuti kebijakan dan perintah dari pusat.

"Saya meyakini kasus kekerasan yang terjadi di Bima bukan didesain dari pusat, tapi itu merupakan kasus lokal," katanya.

Sebagai pimpinan DPR, Priyo minta kepada Kapolri, Jaksa Agung, Menkum dan HAM, segera memperbarui langkah agar semangat modernisasi birokrasi yang telah dibangun dengan baik di pusat bisa ditularkan sampai di tingkat lapangan.

Priyo juga minta secara struktural aparat penegak hukum agar memberikan terobosan baru dan ada sinkroninsasi antara di pusat dan daerah.

(T.R024/D009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012