perang telah merusak keseimbangan pasokan pangan yang kemudian mengguncang stabilitas harga pangan sehingga sejumlah negara miskin semakin tak mampu membeli pangan

Krisis pangan

Alih-alih mengingatkan NATO agar berhenti memperluas keanggotaan ke timur dan mendorong Eropa Timur agar jangan terpikir berpaling dari Rusia, perang Ukraina justru membuat sejumlah negara Eropa mendekati NATO, salah satunya Finlandia yang berbatasan langsung dengan Rusia.

Bersama Swedia yang bertradisi netral dan dipisahkan dari Rusia oleh Laut Baltik, Finlandia melamar menjadi anggota NATO pada 18 Mei.

Bahkan dalam situasi ini tak membuat Putin surut melangkah. Dia tampaknya sudah siap menghadapi perang yang berlarut-larut sekalipun nasib politiknya dan juga nasib negara-negara lain di dunia dipertaruhkan.

Dia menunggu koalisi internasional anti-Rusia tercerai berai. Dia terlihat tak terlalu ambil pusing bahwa perang yang dia prakarsai membuat dunia dihantam krisis pangan setelah blokade Laut Hitam membuat arus pangan dunia terganggu untuk kemudian menggerogoti tingkat harga.

Ukraina dan Rusia memasok 24 persen gandum dunia, 57 persen minyak biji bunga matahari dan 14 persen kebutuhan jagung dunia. Menurut badan pangan PBB (WFP) delapan bulan sebelum invasi, 51 juta metrik ton biji-bijian telah disalurkan via tujuh pelabuhan Ukraina di Laut Hitam.

Krisis pangan itu sendiri nyata menyiksa sejumlah negara, termasuk Sri Lanka di mana krisis pangan dan energi memicu krisis finansial yang membuat negara itu gagal membayar utangnya (default).

Ada banyak negara seperti Sri Lanka di mana jutaan orang sangat tergantung kepada pangan impor.

Walaupun tak semua dipenuhi Ukraina atau Rusia, perang telah merusak keseimbangan pasokan pangan yang kemudian mengguncang stabilitas harga pangan sehingga sejumlah negara miskin semakin tak mampu membeli pangan sampai kemudian menciptakan krisis di dalam negeri.

Menurut WFP, 811 juta orang tengah mengalami masalah pangan yang kronis. 49 juta orang di antaranya yang berada di 43 negara, di ambang mengalami bencana kelaparan.

Namun, mustahil berharap Putin mengakui kalah, yang sama mustahilnya dengan mengharapkan Ukraina menggadaikan kedaulatannya. Sementara AS dan Eropa sudah tak bisa menarik komitmennya karena aksi Putin kian meyakinkan mereka untuk lebih aktif lagi dalam tata keamanan global.

Semua itu membuat upaya-upaya damai yang diinisiasi banyak kalangan, mulai PBB sampai Turki, semakin pelik. Segala forum digunakan termasuk G20 yang tengah diketuai Indonesia di mana Presiden Joko Widodo telah mengundang baik Putin maupun Zelenskyy untuk menghadiri KTT G20 di Bali pertengahan November tahun ini.

Tetapi Zelenskyy menyatakan hanya bisa menghadiri KTT ini secara daring karena tak mau meninggalkan rakyatnya yang lagi melawan Rusia.

Masih perlu dilihat apa yang bakal terjadi dalam beberapa bulan ke depan, apakah prakarsa Presiden Jokowi mempertemukan Putin dan Zelenskyy dalam forum G20 terlaksana. Upaya diplomatik yang kuat dan simultan sudah pasti dibutuhkan guna mewujudkan prakarsa itu.

Tapi solusi damai untuk perang Ukraina mungkin lebih dari sekadar itu. Mungkin saatnya pula menawarkan prakarsa yang jauh lebih kolaboratif dan terkoordinasi dengan melibatkan seluruh kekuatan dunia, mulai AS, Uni Eropa, Turki, G20, China, Indonesia, India, sampai banyak lagi. Memang sulit, tapi tidak mustahil.


Baca juga: Paus Fransiskus: gandum tak bisa jadi senjata perang
Baca juga: Kabar Ukraina: Dari menyerahnya petempur Mariupol hingga krisis pangan
Baca juga: Moskow sebut upaya G7 isolasi Rusia perburuk krisis pangan global

Copyright © ANTARA 2022