Denpasar (ANTARA) - Institut Seni Indonesia Denpasar secara khusus menghadirkan Gambyuh Agung, sebuah ciptaan "barungan" baru yang bertitik mula dari pemuliaan kesenian Gambuh untuk acara Peed Aya (Pawai) Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44 pada Minggu (12/6) di Denpasar.

Rektor ISI Denpasar Prof Dr Wayan Kun Adnyana di Denpasar, Kamis menyampaikan barungan ini meramu padu ragam melodis asta swara bisah dari seruling gambuh, bonang, genggong, kendang krumpung, bumbung gebyog, krepyak, mandolin dan okokan.

"Asta swara bisah adalah delapan gema suara kekal, inti bunyi semesta; bisah menunjuk sandang aksara (Bali): alun pelafalan ‘h’. Setaut pemuliaan gambuh sebagai drama musikal klasik yang bergema ke seantero dunia," ujar Kun Adnyana dalam keterangan tertulisnya.

Ansambel baru yang menghadirkan 88 instrumen gamelan dengan melibatkan 99 penabuh dan penari rarejangan itu mengedepankan instrumen bermatra mengalun melodis dengan seruling gambuh sebagai guru swara.

"Secara konseptual komposisi yang dicipta ini mengharmonikan tekstur bunyi alami ketaksaan seruling pagambuhan, mengelaborasi alunan ritmis bonang, kendang, okokan, krepyak, gebyog, mandolin dan genggong," ujar mantan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali itu.

Hal tersebut, lanjut Kun Adnyana, sejalan pemaknaan Danu Kerthi Huluning Amreta (memuliakan air sebagai sumber kehidupan).

Garapan Gambyuh Agung ini mengambil tajuk "Langlang Tembang Danu" yang menerjemahkan tradisi ritus melis sebagai prosesi penyucian alam semesta (Bhuwana Alit-Bhuwana Agung). Dipilih sebagai komposer Nyoman Windha dan Nyoman Sudiana SSKar, MSi, serta Koordinator Produksi Dr Ketut Garwa.

Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerjasama ISI Denpasar Prof Dr Komang Sudirga, yang juga pengarah produksi, menyampaikan barungan baru Gambyuh Agung ini merupakan representasi sumringah seruling gambuh yang dipadu harmoni semarak bunyi-bunyian alam lingkungan.

Bentuk ansambel baru ini dijadikan sebagai media ungkap, terinspirasi tradisi melis, yang merupakan bagian aktivitas penting dalam upacara yadnya umat Hindu.

"Melis dengan sarana sampyan 'Lis' ketika menaburkan air, menjadi inspirasi estetik garapan ini. Berpijak dari ide tersebut, komposer menata potensi musikal mandolin, dikombinasi dengan warna-warni bunyi alam persawahan (bunyi-bunyi ekologis)," ujarnya.

Secara konseptual dan kompositoris, media ungkap ini dieksplorasi menghasilkan tekstur bunyi yang khas mendayu, mengangkat kekuatan melodi mandolin, berikut diperkuat alunan merdu seruling pagambuhan.

"Jenis bunyi mengalun tersebut dielaborasi degupan ritmis instrumen perkusi: bonang, kendang, okokan, kepuakan, bumbung gebyog, dan genggong (enggung)," ujar Guru Besar Karawitan itu.

Gambyuh Agung, kata Sudirga, sebagai wahana mengalirkan gagasan tanpa henti, mengalirkan air tanpa batas. Melanglang juga bermakna berkelana menyebar air suci, seperti kemuliaan Ratu Ayu Mas Mbah membagi air Danau Batur ke seluruh Bali.

Kemudian Nyoman Windha mengatakan, barungan Gambyuh Agung secara artistik mengonstruksi nuansa alunan musik tradisi berlaras pelog dan selendro secara mengalir, dengan memberi aksentuasi bunyi-bunyian yang mengalir-mendayu, sebagaimana spirit kesucian dan kebeningan air danau.

"Secara musikal, irama musik prosesi inovatif ini, menerjemahkan sifat-sifat air yang lembut, lentur, teguh, kukuh, yang membuncah menembus batu karang. Karakter bunyi halus dan lembut dipadu degupan bumbung gebyog beraksen kuat," katanya.

Penampilan musik prosesi kolosal Gambyuh Agung ini, sangat berbeda dengan musik prosesi yang selama ini dikenal dan ditampilkan pada setiap pawai, seperti adi mardangga, ketug gumi, atau jenis gamelan balaganjur lainnya. Semua jenis gamelan tersebut, seragam bernuansa hingar bingar, keras, dan gemuruh.

Dekan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar Ketut Garwa menambahkan, Gambyuh Agung sebagai antitesa yang justru bertumpu pada jenis instrumen melodi yang lembut, mendayu, dan menggema lirih. Inilah barungan gamelan yang merepresentasikan secara simbolik kekuatan air atau danau.

Sedangkan Tajuk Langlang Tembang Danu mengibarkan keluhuran dan kemuliaan danau sebagai sumber mata air dan penyembuhan peradaban manusia.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022