Saya sudah pernah meminta bantuan ke Dinas Tata Kota, tapi tidak pernah ada tanggapan"
Jakarta (ANTARA News) - Tahu tidak, Pasar Baru di Jakarta Pusat itu didirikan jauh sebelum republik ini berdiri?

Semula bernama Passer Baroe dan ketika Batavia menjadi nama untuk Jakarta, Pasar Baru didirikan pada 1820.

Tak heran, banyak bangunan tua di sini dan banyak yang masih seasli ketika pasar itu pertama kali didirikan, bahkan ada yang jauh lebih tua dari itu.

Salah satunya adalah Het Kong Sie Huis Tek atau sekarang dinamai Vihara Dharma Jaya atau Sin Tek Bio.

Letak rumah peribadatan ini tersembunyi, tenggelam di antara toko-toko tua, masuk Gang Belakang Kongsi yang  begitu sempit dan kumuh di Pasar Baru Dalam.

Semerbak bau pesing menyertai perjalanan menuju tempat bersembahyang kaum Tionghoa itu.

Gang itu hanya cukup untuk dilalui oleh dua orang, dan itu pun mesti bersenggolan.  Tuntas di gang ini Anda akan berujung pada satu tembok besar bertuliskan “Yayasan Wihara Dharma Jaya, Sin Tek Bio, Anno 1698 Batavia”.

Memasuki area kelenteng berwarna dominan merah itu, Anda akan membaui semerbak hio yang merasuki seluruh rongga hidung.

Di kanan dan kiri pintu utama kelenteng Anda akan disambut dua ekor patung singa penjaga yang disebut Bao-gu-shi.

Kelenteng ini tidak besar, namun keagungannya tetap terlihat dari atas bangunan kelenteng yang idhuni dua ekor patung naga dengan mutiara di antaranya.

Dalam ruang utama ada tiang-tiang pancang yang dililit dua ekor naga, sementara di dalam kelenteng ada ribuan lilin disangkari gelas-gelas kaca dengan stempel berwarna merah bertuliskan kaligrafi Cina berwarna emas.

Ratusan patung dewa dewi diletakkan di 14 altar yang memenuhi ruang utama, sedangkan patung Hok-tek Ceng-sin diletakkan di altar utama sebagai dewa utama yang disembah di kelenteng ini.

Patung itu sudah ada sejak kelenteng ini didirikan, bahkan usianya lebih tua dari kelenteng. Patung itu didatangkan langsung dari Tiongkok, sebelum kelenteng itu berdiri.

Sin Tek Bio yang memiliki dewa utama Hok-tek Ceng-sin sepertinya memang cocok berada di tengah Pasar Baru, karena Hok-tek Ceng-Sin adalah dewa Bumi dan rejeki atau dewa para petani dan pedagang.

Vihara ini diyakini berdiri pada abad ke-17, tepatnya 1698 yang saat itu adalah Tahun Macan.  Tahun itu didapat dari data perabotan keleteng yang tercatat dari daftar penyumbang pembangunan kelenteng.

Akan tetapi pada 1820, seiring berdirinya Passer Baroe, kelenteng ini baru didaftarkan dengan nama Sin Tek Bio, yang berarti Kelenteng Pasar Baru.

Kapan kelenteng ini didirikan, mungkin sudah bukan masalah lagi.  Yang jadi persoalan ini bangunan bersejarah itu mesti dilindungi. Sayang, kenyataan hampir dilupakan.

“Saya sudah pernah meminta bantuan ke Dinas Tata Kota, tapi tidak pernah ada tanggapan. Mereka (pemerintah) kurang perhatian kepada keadaan kami," kata Ketua Yayasan Wihara Dharma Jaya Santoso Witoyo.

Santoso yang sejak 1981 mengurusi yayasan ini tampak pasrah dengan keadaan kelenteng yang kian hari kian tidak dianggap pemerintah. Padahal ini adalah salah satu jejak sejarah Jakarta, sekaligus objek wisata.

Tak hanya Sin Tek Bio, kelenteng Kwan Im Bio yang tepat berada di sebelahnya bernasib sama.  Kwan Im Bio bahkan jauh lebih sulit ditemukan. Keduanya adalah kelenteng-kelenteng tertua di Ibukota.

Meski dinyatakan sebagai salah satu dari sembilan kelenteng utama di Jakarta, Sin Tek Bio sama sekali tak seperti kelenteng utama. Apalgi jika melihat jalan ke kelenteng ini yang begitu kumuh, sempit, becek dan pesing.

Tak hanya jalanan ke kelenteng, papan nama kelenteng pun sulit ditemukan karena tertutup terpal para pedagang.

Sungguh mengenaskan nasib jejak sejarah dan peradaban ini.

“Saya hanya bisa berpasrah kepada yang kuasa,” ucap Santoso. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2012