Jakarta (ANTARA) - Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Aceh berharap rencana akuisisi Unit Usaha Syariah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk ke PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk dipertimbangkan lagi.

Hal itu karena berdampak signikan terhadap program penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di provinsi itu.

"Itu bakal mengancam pembangunan perumahan bersubsidi di Provinsi Aceh karena sekarang tidak ada bank konvensional yang beroperasi di Aceh seiring pelaksanaan syariat Islam di daerah ini," kata Ketua REI Provinsi Aceh, Muhammad Noval dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, setelah pemberlakuan Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah, semua perbankan konvensional menutup operasionalnya di daerah itu.

"Hengkangnya operasionalisasi bank konvensional dari Aceh membuat pengembang tidak punya alternatif pembiayaan selain bank syariah. Baik di segmen KPR untuk masyarakat maupun kredit konstruksi bagi para pengembang," katanya.

Baca juga: Indef: Konsolidasi BSI dan UUS BTN dorong penetrasi KPR syariah
Baca juga: DPP REI temui Wapres, bahas rencana penggabungan BTN Syariah ke BSI


Noval menegaskan, portofolio BSI dalam pembiayaan kredit sektor properti di Aceh masih sangat minim. Bahkan pengembang Aceh kesulitan mengakses dukungan pembiayaan dari BSI.

"Saat ini pembiayaan kredit properti masih didominasi oleh BTN Syariah. Kemudahan itu belum kami peroleh dari bank syariah lainnya," ujarnya.

Karena itu, akuisisi BTN Syariah ke BSI akan berdampak terhadap kesanggupan pengembang (developer) dalam membayar kredit modal kerja di perbankan.

"Kami berharap pemerintah mempertimbangkan lagi rencana penggabungan BTN Syariah oleh BSI karena akan berdampak naiknya kolektibilitas pinjaman developer di perbankan," ujarnya.

Kolektibilitas adalah klasifikasi kemampuan pembayaran debitur ketika mereka hendak meminjam uang di sebuah lembaga kredit atau bank.

KPR langka
Faktanya, kata Noval, saat ini sudah banyak pengembang yang mengarah ke kolektibilitas pinjaman akibat sulitnya calon konsumen dalam mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Saat ini, BTN Syariah masih mendominasi porsi penyaluran KPR di Provinsi Aceh.

BTN Syariah saat ini menyalurkan lebih dari 90 persen KPR Syariah di Aceh. Sedangkan porsi BSI relatif kecil karena aturannya masih sangat ketat dan skema penyalurannya juga lambat.

"Kalaupun ada, dukungan BSI hanya terbatas ke pengembang tertentu saja," katanya.

Adapun PT Bank Aceh Syariah hingga kini belum memiliki portofolio penyaluran KPR Syariah untuk rumah bersubsidi. "Bank Syariah Aceh masih fokus menyalurkan kredit konsumer untuk kalangan ASN di lingkup wilayah Aceh saja," katanya.

Baca juga: BTN terus ekspansi, bidik potensi bisnis syariah di daerah
Baca juga: UUS BTN catat pertumbuhan pembiayaan dua digit di tengah pandemi


Noval berharap Kementerian BUMN selaku perwakilan pemegang saham membatalkan rencana penggabungan BTN Syariah ke BSI.

Dia berharap BTN Syariah tidak digabung ke BSI atau bank pelat merah lainnya. "Sebab akuisisi itu akan menghambat pergerakan bisnis properti di Aceh," katanya.

Menurut Noval, masyarakat Aceh sudah "familiar" dengan BTN Syariah dan hal itu
harus dipertahankan untuk bisa berdiri sendiri sebagai agen pembangun pendukung Program Sejuta Rumah.

Realisasi penyaluran dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) kepada MBR di Provinsi Aceh pada 2022 sebagaimana dikutip dari tapera.go.id menyebutkan, sebanyak 365 unit senilai Rp38.416.308.750.

Jumlah sebanyak itu disalurkan oleh BTN Syariah sebanyak 164 unit atau 44,93 persen, sisanya Bank Aceh 135 unit atau 36, 99 persen dan BSI 66 unit (18,08 persen).

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2022