Denpasar (ANTARA) - Dinas Kebudayaan Provinsi Bali menggelar lomba membuat loloh (jamu ala Bali) dalam rangkaian agenda Jantra Tradisi Bali, sebagai salah satu upaya untuk menarik minat generasi muda agar kembali menekuni warisan pengobatan tradisional para leluhur.

"Loloh, selain bisa menambah stamina dan membuat sehat, kami juga ingin menghidupkan sastra dan lontar-lontar pengobatan atau usada Bali yang mungkin selama ini terlupakan," kata Kabid Tradisi dan Warisan Budaya Disbud Provinsi Bali Ida Bagus Alit Suryana di Denpasar, Selasa.

Alit Suryana menyampaikan hal tersebut di sela penilaian semifinal Pacentokan (Lomba) Pembuatan Loloh bersama dewan juri yang melakukan penilaian terhadap tujuh video pembuatan loloh dengan durasi 20-30 menit yang dikirimkan peserta lomba.

Baca juga: "Jantra Tradisi Bali 2020" sajikan seni virtual hingga berbagai lomba

"Kami gembira, awalnya kami kira peserta yang ikut lomba ini mereka-mereka yang sudah berumur dan berpengalaman. Ternyata, pesertanya lebih banyak anak muda, ini berarti proses regenerasi berjalan dengan baik dan sesuai harapan," ucapnya.

Dengan generasi muda sudah mulai mengenal loloh, cara atau proses pembuatan dan khasiatnya, mereka ke depannya bisa tertarik untuk membuat sendiri. Bahkan, tertarik untuk mulai menanam tanaman yang berkhasiat untuk obat di pekarangan rumah.

"Untuk mengetahui cara pembuatan loloh dan khasiat dari bahan-bahan yang diperlukan, pemuda-pemudi kita juga diajak untuk kembali membaca berbagai manuskrip atau lontar Bali," ujarnya.

Meskipun "loloh" merupakan salah satu ramuan tradisional, kata Alit Suryana, bisa diberikan sentuhan kekinian seperti dari sisi kemasan maupun cara pengolahannya, dengan tanpa mengubah khasiatnya.

"Yang tidak kalah penting agar loloh itu berkhasiat harus didasarkan pada keyakinan dan memohon anugerah Ida Sanghyang Widi Wasa (Tuhan) agar diberikan kesembuhan," ucapnya.

Baca juga: Wagub harapkan usada Bali jadi alternatif pengobatan masyarakat

Lomba membuat loloh yang dilengkapi dengan video tersebut menghadirkan tiga dewan juri, yakni Dr Ida Bagus Wiryanatha MSi (dosen Unhi Denpasar), Dr Anak Agung Mediastari (dosen Unhi Denpasar) dan Drs I Wayan Suteja MHum (dosen Universitas Udayana).

I Wayan Suteja, salah satu dewan juri menyampaikan sejumlah kriteria yang harus dipenuhi peserta lomba, yakni loloh adalah ramuan tradisional yang dibuat tanpa pengawet dan dibuat secara tradisional untuk kesehatan, karya kreasi loloh berbasis pada tradisi lisan maupun manuskrip Bali. Peserta merupakan kelompok atau komunitas yang berdomisili di Bali. Proses pembuatan loloh direkam dalam bentuk video lengkap dengan narasinya.

"Dari video yang dikirimkan peserta lomba, secara umum pemaparan yang disampaikan sudah bagus, bahkan berisi penjajakan literatur, dan sudah menggunakan bahan-bahan lokal," katanya.

Karena sudah berdasarkan literatur, bahan-bahan yang dicampurkan untuk pembuatan loloh juga sudah saling melengkapi dan tidak bertentangan satu dengan yang lainnya. "Kami senang bisa diadakan lomba seperti ini. Selain untuk membangkitkan kreativitas generasi muda, mereka bisa mulai mengenal loloh untuk menjaga kesehatan," ucap Suteja.

Terkait aspek penilaian meliputi bahan, proses pembuatan, aroma dan kekhasan rasa, tampilan dan warna produk, manfaat bagi tubuh, dan peserta mampu menampilkan sumber tradisi lisan maupun manuskrip Bali.

Baca juga: Pemprov Bali gandeng BPOM tingkatkan pengawasan obat dan makanan

Baca juga: Prof Ttakashi: Bali produksi produk obat herbal


Demikian pula bahan/material dalam pembuatan loloh termasuk proses pembuatannya harus higienis, alami dan sehat.

Berdasarkan sejumlah video yang diputar, di antaranya ada peserta yang membuat loloh dari daun dapdap, daun temen, daun jempiring, daun pegagan dan sebagainya.

Peserta lomba yang lolos seleksi tiga besar (finalis) nanti diwajibkan menyajikan produk dan mempresentasikan di hadapan dewan juri.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022