Jadi, gagasan-gagasan yang berkembang di kalangan anggotanya, itulah yang menjadi landasan ke mana KUD itu berkembang....
Purwokerto (ANTARA) - Selama ini masyarakat mengenal koperasi sebagai saka guru ekonomi Indonesia karena  berperan dan berfungsi sebagai pilar utama dalam sistem perekonomian nasional.

Jenis-jenis koperasi pun banyak dan salah satunya yang telah dikenal masyarakat adalah koperasi unit desa (KUD) yang berdiri di hampir seluruh desa di Indonesia.

Bahkan pada masa Orde Baru, keberadaan KUD mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dengan melibatkannya dalam berbagai kegiatan perekonomian di perdesaan.

Hal itu dipertegas dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 khususnya Pasal 1 Ayat (2) yang menyebutkan bahwa pengembangan KUD diarahkan agar dapat menjadi pusat layanan kegiatan perekonomian di daerah pedesaan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional dan dibina serta dikembangkan secara terpadu melalui program lintas sektoral.

Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan KUD seolah mulai terlupakan. Apalagi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, keberadaan KUD sebagai lembaga ekonomi sosial di perdesaan seolah "tenggelam" dengan hadirnya lembaga perekonomian baru yang dikenal dengan sebutan badan usaha milik desa (BUMDes).

Ya, UU Desa memberi kesempatan kepada pemerintah desa untuk mendirikan BUMDes sebagai pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial dan komersial.

Oleh karena itulah, sekarang hampir setiap desa di Indonesia telah memiliki BUMDes dengan berbagai jenis kegiatan usaha. Di sisi lain, keberadaan KUD di berbagai desa mulai "tersingkir", bahkan ada pula KUD yang akhirnya "mati" atau tinggal nama.

Baca juga: Koperasi: Aktivitas pelelangan ikan di Cilacap mulai menggeliat

Apa kabar KUD?

"Tersingkirnya" KUD dalam kegiatan perekonomian perdesaan diakui oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Dinnakerkop UKM) Kabupaten Banyumas Joko Wiyono yang menyatakan bahwa di Banyumas hanya ada empat KUD yang masih tersisa dan bertahan dengan menjalankan berbagai kegiatan usaha.

"Banyumas merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang masih mempunyai KUD, ada empat KUD, dan semuanya jalan," kata Joko.

Menurut dia, empat koperasi unit desa itu terdiri atas KUD Rukun Tani di Kecamatan Cilongok yang mengalami perkembangan cukup besar dan mampu bersanding dengan salah satu sekolah menengah kejuruan serta mencangkok KUD Endah di Kecamatan Kedungbanteng.

Selanjutnya, KUD Aris di Kecamatan Banyumas yang telah mengelola toko modern dan beberapa kegiatan lainnya, KUD Bumirejo di Kecamatan Somagede yang memiliki pertokoan dan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), serta KUD Tani Maju di Kecamatan Purwokerto Timur yang memiliki berbagai kegiatan usaha.

Joko mengakui kehadiran BUMDes menjadi dinamika yang harus dihadapi oleh para penggerak koperasi. Dalam hal ini, para penggerak koperasi harus bisa menyiapkan suatu bentuk koneksitas terhadap siapa saja agar tetap eksis.

Selain itu, BUMDes juga perlu disikapi dengan kearifan. "Siapa tahu BUMDes-BUMDes itu bisa bergabung dan membentuk koperasi BUMDes," katanya.

Baca juga: Teten ungkap strategi bangun pabrik pengolahan sawit oleh koperasi

Sementara itu, Ketua Dewan Koperasi Indonesia Daerah (Dekopinda) Kabupaten Banyumas Muhammad Arsyad Dalimunthe mengatakan koperasi berkembang karena ada aspirasi dan kebutuhan anggotanya.

"Jadi, gagasan-gagasan yang berkembang di kalangan anggotanya, itulah yang menjadi landasan ke mana KUD itu berkembang. Kalau hari ini ada KUD yang fokus pada pengembangan toko seperti KUD Rukun Tani di Cilongok, tapi KUD Aris di Banyumas punya penggilingan padi, toko, dan sarana produksi," katanya.

Terkait dengan keberadaan KUD yang seolah "tersingkir" oleh BUMDes, dia mengatakan koperasi dibangun dengan spirit kerja sama. Kalau kemudian banyak pelaku ekonomi yang mendorong pemberdayaan masyarakat, maka semakin besar pula peluang masyarakat untuk berkembang.

Oleh karena itu, saat sekarang tantangannya adalah bagaimana KUD dan BUMDes bersinergi. Hal itu karena KUD memiliki jejak yang lebih panjang, sehingga banyak memiliki pengalaman, dan sudah berdinamika lebih lama, sehingga bisa jadi antara KUD dan BUMDesa saling mendukung.

"Di satu sisi mungkin BUMDes punya keunggulan. Tapi bisa jadi kemudian pengalaman yang ada di KUD dapat menjadi supporting bagi BUMDes," katanya.

Oleh karena itu, Arsyad optimistis KUD tetap akan ada meskipun BUMDes terus berkembang karena pada akhirnya, masing-masing dengan ciri khasnya. Bahkan, kadang-kadang dengan konteks semakin banyak lembaga, biasanya justru menginspirasi lompatan kreativitas.

Baca juga: Wakil Ketua MPR berharap koperasi bangkitkan ekonomi kerakyatan

Ketua KUD Rukun Tani Danan Setianto mengaku tahu persis perkembangan sebuah KUD karena dia berkecimpung dalam perkoperasian sejak tahun 1990.

"Kalau hari ini ada BUMDes, sebenarnya saya melihat ini sama halnya BUUD, Badan Usaha Unit Desa, yang tidak berjalan hingga akhirnya amalgamasi menjadi KUD," katanya.

Menurut dia, antara KUD dan BUMDes sebenarnya sama karena dalam konteks usaha apa pun sangat tergantung pada manajemen atau pengelolaannya karena saat sekarang pun ada BUMDes yang sudah berkembang dengan baik.

Akan tetapi di Banyumas belum terlihat ada BUMDes yang se-spektakuler BUMDes yang ada di wilayah Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Danan mengatakan pihaknya dalam mengelola KUD Rukun Tani berusaha memberikan layanan terbaik bagi anggota maupun masyarakat dan kegiatan usaha yang dijalankan langsung bersentuhan dengan masyarakat, yakni simpan pinjam serta ritel.

Selain itu, pihaknya juga mencangkok KUD Endah di Kedungbanteng agar bisa tumbuh di bawah pengelolaan KUD Rukun Tani.

Hanya saja, ia mempertanyakan kebijakan pemerintah yang saat sekarang seolah tidak mendorong keberadaan KUD, malah justru lebih mendorong pembentukan BUMDes.

Padahal puluhan tahun silam, kata dia, banyak KUD yang bisa berjalan dengan baik walaupun di tengah jalan mengalami salah urus karena kepengurusannya rata-rata ditempati oleh orang-orang yang sudah tua atau pensiunan.

"Bukan berarti saya mengesampingkan seorang pensiunan, tapi biasanya pensiunan itu untuk berpikir bisnis agak lambat. Pasti mengambil zona nyaman," kata Danan.

Menurut dia, kondisi tersebut berbeda dengan BUMDes yang banyak diisi oleh anak-anak muda. Akan tetapi jika tidak dikelola secara profesional, BUMDes tersebut juga tidak akan berjalan.

Oleh karena itu, pihaknya optimistis koperasi unit desa khususnya KUD Rukun Tani tetap eksis di tengah perkembangan BUMDes selama dikelola dengan baik.

Optimisme tersebut muncul karena nilai transaksi dari sejumlah kegiatan usaha KUD Rukun Tani secara keseluruhan mencapai lebih Rp2 miliar per bulan, terdiri atas pelepasan pinjaman pada usaha simpan pinjam rata-rata Rp300 juta/bulan dan nilai transaksi toko ritel induk sekitar Rp60 juta per hari atau setara Rp1,8 miliar/bulan.

"Jumlah tersebut belum termasuk nilai transaksi dari dua toko cabang," kata Danan.

Baca juga: BUMDes-desa wisata ujung tombak pemulihan ekonomi nasional

Perlu inovasi

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Dr. Abdul Aziz Ahmad mengatakan dalam menghadapi tantangan dan persaingan agar tidak "tersingkirkan" oleh BUMDes, penggerak atau pegiat KUD harus menciptakan berbagai inovasi.

Ia mengakui penurunan kinerja KUD sebenarnya mulai terlihat sejak awal reformasi.

"Artinya, secara organisasi, pertama, pengelolanya mungkin sudah sepuh-sepuh, proses regenerasi menjadi sulit. Apalagi kalau anak-anak muda tahu potensi KUD itu kurang, sehingga bagaimana proses regenerasi itu bisa dibangun lagi," katanya.

Sementara itu yang kedua, kata dia, pengurus KUD perlu menyesuaikan dengan kondisi zaman agar jangan terus berkaca pada paradigma lama, sehingga bisa berorientasi pada bisnis.

Selain itu, pengurus KUD juga perlu melakukan inovasi seperti layanan pembiayaan atau menangkap tren-tren bisnis yang sedang berkembang saat sekarang.

Sama halnya dengan KUD, kata Aziz, BUMDes pun ada yang maju dan ada pula yang "tenggelam".

"Bisa apa enggak ya kalau KUD itu disinkronkan dengan BUMDes," katanya.

Ia mengatakan pada masa Orde Baru, keberadaan KUD sangat dibutuhkan dalam mendukung perekonomian desa dan menjadi ujung tombak Bulog.

Akan tetapi saat sekarang fenomenanya berubah semua, sehingga KUD perlu menyesuaikan dengan kondisi sekarang.

Oleh karena itu, penciptaan inovasi sangat diperlukan untuk menjaga eksistensi KUD agar tidak "tersingkir" oleh BUMDes yang terus berkembang.

Saat sekarang juga perlu mendorong potensi KUD dan BUMDes bisa berkolaborasi, tidak saling sikut dalam beraktivitas.


 

Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022