“Lokasi shelter di dalam lingkungan perwakilan atau jaraknya tidak jauh dari perwakilan,” kata dia dalam FGD untuk uji publik draft pedoman pengelolaan TSS/shelter pada perwakilan RI di luar negeri, yang diikuti secara daring, Rabu.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani memberi beberapa masukan dalam penyusunan pedoman pengelolaan tempat singgah sementara (TSS/shelter),untuk mendukung perlindungan WNI di luar negeri.

Saat ini, terdapat 76 shelter yang tersebar di KBRI atau KJRI sementara total perwakilan RI di luar negeri yaitu 128.

Menurut Christina, mengingat jumlahnya yang masih terbatas saat ini, shelter diharapkan ada di setiap perwakilan yang memiliki jumlah WNI substansial.

“Lokasi shelter di dalam lingkungan perwakilan atau jaraknya tidak jauh dari perwakilan,” kata dia dalam FGD untuk uji publik draft pedoman pengelolaan TSS/shelter pada perwakilan RI di luar negeri, yang diikuti secara daring, Rabu.

Selain itu, DPR mendorong kolaborasi antara shelter dengan aparat penegak hukum di negara terakreditasi untuk mencegah berulangnya kasus yang dialami WNI.

Shelter juga diharapkan dapat diakses 24 jam selama tujuh hari dalam seminggu, untuk mengantisipasi kedaruratan situasi hukum yang dihadapi WNI.

Lebih lanjut, Christina meminta Kementerian Luar Negeri sebagai pengelola shelter agar mengkaji kembali lama tinggal serta kriteria WNI yang berhak mengakses shelter di perwakilan RI.

Hal ini dimaksudkan agar WNI yang mengakses shelter adalah mereka yang benar-benar rentan dan membutuhkan perlindungan serta bantuan hukum, bukan yang asal bermasalah misalnya penjudi dan sebagainya.

Pembuatan pedoman pengelolaan shelter di perwakilan RI di luar negeri dinilai penting untuk menentukan siapa saja yang bisa diberikan perlindungan sementara oleh pemerintah Indonesia.

“Kita mengetahui dari diskusi-diskusi sebelumnya bahwa yang memerlukan tempat singgah sementara tentunya WNI, di antaranya WNI yang bekerja, yang mahasiswa, atau sebagai pasangan warga negara asing—ada pula WNI yang merupakan korban dari sebuah peristiwa atau pelaku peristiwa,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kemlu Didik Eko Pujianto.

Dengan adanya pedoman pengelolaan shelter, kata dia, maka akan menjadi rujukan bagi perwakilan RI untuk menerima atau tidak menerima WNI yang meminta perlindungan dan pelayanan di shelter.

Didik menjelaskan bahwa pertimbangan berdasarkan pedoman itu penting, terutama di wilayah yang ditinggali banyak pekerja migran Indonesia, seperti di Timur Tengah, Korea Selatan, Singapura, Hong Kong, dan Taiwan.

“Kita tidak punya pilihan lain kecuali memberikan pelayanan dan perlindungan seoptimal mungkin sesuai aturan perundangan di Indonesia dan amanat Konstitusi,” ujar Didik.

Penyusunan rancangan pedoman pengelolaan shelter untuk perlindungan WNI di luar negeri itu melibatkan kelompok kerja yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan termasuk pemerintah, DPR, Ombudsman, organisasi masyarakat sipil, serta akademisi.

Pelibatan berbagai pemangku kepentingan dimaksudkan agar pedoman pengelolaan shelter bukan hanya bisa memenuhi kewajiban negara untuk memberikan perlindungan kepada WNI di luar negeri, tetapi juga memenuhi ekspektasi publik.

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022