Jakarta (ANTARA) - Pakar komunikasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menyebut munculnya tren milenialisasi politik, di mana orang-orang yang tidak milenial bergaya dan menciptakan identitas milenial.

“Mileniasi politik yang terjadi itu latah,” ujar Nyarwi dalam webinar bertajuk “Struktur dan Kultur E-Democracy Indonesia” yang disiarkan langsung di kanal YouTube Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia, Jumat.

Menurut Nyarwi hal tersebut menyiratkan bahwa kelompok milenial masih belum menjadi aktor utama dari demokrasi dan masih menjadi etalase politik belaka.

Meski demikian, sambung Nyarwi, milenial secara faktual banyak ikut berpartisipasi dalam demokrasi di media sosial hanya saja secara struktur belum terartikulasikan dengan baik.

Baca juga: DPP TMP: Milenial kawal demokrasi dengan konten media yang nasionalis

“Jadi kulturnya sebenarnya ada, kuturnya itu sosial media, internet ini menyuburkan kultur berdemokrasi, karena apa yang tidak bisa dibicarakan di lembaga formal menjadi bahan diskusi,” kata Nyarwi.

Agar milenial lebih partisipatif dalam berdemokrasi melalui teknologi digital atau e-democracy, kata Nyarwi. Dia juga menyebut partai politik juga perlu mereformasi kultur kelembagaan politik, begitu pula dengan cara kerja dalam sistem demokrasi.

Ia juga mengingatkan bahwa agar e-democracy di masa mendatang tak menjadi bencana, kalangan milenial sebagai penyangga demokrasi penting pula memiliki dan merawat gagasan besar keindonesiaan.

“Di era media sosial momentum anak muda untuk tampil sebagai politisi, sebagai leader, api juga jangan tampil tanpa punya substansi ide tadi,” ujarnya.

Baca juga: Penggerak Milenial sebut politik identitas momok indeks demokrasi

Baca juga: HNW suarakan pentingnya kiprah generasi milenial sukseskan demokrasi

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022