Jakarta (ANTARA) - Anggota Komnas Perempuan Veryanto Sitohang mengapresiasi kebijakan pemerintah yang telah mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan kebijakan-kebijakan lainnya yang menggunakan kerangka The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW).

"Kita bersyukur bahwa pada Tahun 2022 ini kita telah memiliki Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, tentu ada banyak kebijakan-kebijakan program lainnya yang juga menggunakan kerangka CEDAW di negara kita," kata Veryanto dalam webinar "Peringatan 38 Tahun Indonesia Meratifikasi CEDAW", yang diikuti di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Komnas: Konflik SDA dan agraria akibatkan pelanggaran hak perempuan

Meskipun demikian, pihaknya juga menyoroti masih banyak kebijakan yang seharusnya menggunakan kerangka CEDAW atau Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, namun tidak menunjukkan kemajuan dalam pembahasannya.

"Di antaranya adalah Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang mengalami stagnasi dalam pembahasannya," katanya.

Pihaknya juga mengatakan Komnas Perempuan menerima banyak pengaduan terkait dengan konflik sumber daya alam yang melibatkan perempuan.

Baca juga: Komnas Perempuan: Kekerasan terhadap perempuan fenomena gunung es

Untuk menindaklanjuti pengaduan tersebut, pihaknya langsung terjun ke lapangan.

"Sesuai dengan mandatnya, Komnas Perempuan melakukan penyikapan atas pengaduan tersebut di antaranya adalah melakukan pemantauan atau turun lapangan ke lokasi-lokasi yang mana ada pelibatan perempuan dalam konflik sumber daya alam," katanya.

Selain itu, Komnas Perempuan juga akan memberikan surat rekomendasi dan melakukan dokumentasi untuk merespons pengaduan-pengaduan tersebut.

Baca juga: Komnas Perempuan: Keterbatasan SDM hambat penanganan kasus kekerasan

Dia berharap melalui webinar peringatan 38 tahun Indonesia meratifikasi CEDAW, para perempuan dan pendamping mau terus berjuang mengatasi persoalan-persoalan perempuan yang terkait dengan konflik sumber daya alam.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022