Cianjur, Jawa Barat (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan bahwa kehamilan yang tidak diinginkan menjadi krisis tidak terlihat karena fatalnya dampak yang akan ditimbulkan baik pada kesehatan maupun tubuh seorang ibu.

“Salah satu yang kita khawatirkan dari perkawinan usia muda itu lahirnya anak-anak stunting dari kehamilan yang sebenarnya belum siap atau tidak direncanakan,” kata Direktur Analisis Dampak Kependudukan BKKBN Faharuddin saat ditemui ANTARA di Kampung KB Tunagan, Desa Wangunjaya, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, Kamis.

Faharuddin menekankan bahwa kehamilan yang tidak diinginkan menjadi suatu permasalahan yang serius karena memberikan dampak berkepanjangan di dalam sebuah keluarga. Sebab, akan timbul krisis yang tidak nampak di permukaan namun memberikan dampak buruk berkepanjangan.

"Kehamilan yang tidak diinginkan di Indonesia, kebanyakan terjadi karena maraknya perkawinan pada usia anak, di mana baik secara fisik maupun mental anak perempuan belum siap untuk mengasuh dan merawat bayi," katanya.

Baca juga: BKKBN: Persepsi KB tantangan hadapi kehamilan tidak diinginkan

Menurut dia, krisis pertama yang akan timbul adalah seorang ibu mudah terkena gangguan psikologis. Adanya rasa tidak siap kemudian memicu munculnya rasa depresi yang berpotensi membahayakan nyawa.

Hak untuk memilih dan menentukan penggunaan alat kontrasepsi pun ikut mengalami krisis karena adanya ketimpangan peran di mana ayah mendominasi keputusan penentuan jumlah anak yang diinginkan dan tidak adanya izin untuk ibu mencoba pemakaian KB.

"Nyawa ibu juga dapat terancam karena adanya kemungkinan tubuh yang belum siap atau memiliki kondisi tertentu yang tidak memungkinkan ibu memiliki anak lagi," katanya.

Sedangkan bagi seorang anak, kemungkinan terburuk adalah lahir dalam keadaan kerdil atau yang dikenal dengan terkena stunting, yang membuat anak mengalami gangguan tumbuh kembang, gangguan kecerdasan, dan mudah terkena penyakit metabolik.

Baca juga: BKKBN: SDM dan pengetahuan keluarga tantangan turunkan stunting

“Stunting itu kan tidak terlihat, mungkin hanya dari tingginya saja tapi ancamannya besar karena perkembangan dan kecerdasannya terhambat,” ucap Faharuddin.

Hal itu, kata dia, harus benar-benar diperhatikan. BKKBN terus menggencarkan edukasi kesehatan reproduksi dan pemakaian alat kontrasepsi sebagai upaya untuk memenuhi hak ibu mengakses informasi kesehatan.

BKKBN juga membuka Focus Group Discussion (FGD) di kampung keluarga berkualitas (KB) yang membagi warga ke dalam beberapa kelompok, untuk menggali lebih dalam penyebab terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, seperti perkawinan anak misalnya.

Baca juga: BKKBN gunakan pendekatan keluarga lewat ILM untuk edukasi stunting

"Dengan demikian, hasil monitoring dan evaluasi dari pertemuan itu nantinya akan digunakan sebagai acuan menentukan kebijakan serta gaya edukasi yang cocok bagi masyarakat di masa depan," katanya..

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022