Sejumlah petenis meja Indonesia mengikuti upacara penyerahan medali emas untuk tim tenis meja beregu Indonesia pada ajang ASEAN Para Games 2022 di Solo Technopark, Solo, Jawa Tengah, Senin (1/8/2022). ANTARAFOTO/Maulana Surya/YU (ANTARA FOTO/Maulana Surya)


Sekolah mental

Marcel Hug adalah juara lari kursi roda kategori T54 dalam Olimpiade Musim Dingin London 2014.

Dia juga berjaya dalam berbagai arena, dari Berlin sampai Bostron, New York, Oita dan Seoul.

Dia sudah tiga kali juara dunia lari 10 km T54, dan pemegang rekor dunia nomor ini dengan waktu 19 menit 50,64 detik.

Apa yang diyakini Hug itu sangat mungkin sama dengan apa yang mendasari Alan Sastra tetap memuncaki arena atletik ASEAN Para Games.

Namun yang mungkin paling menarik dari aspek yang mendorong atlet para terus berada di puncak performa adalah kekuatan mental.

Aspek ini sering digunakan dalam menjelaskan mengapa seorang atlet konsisten menorehkan hasil terbaik. Tetapi konsep ini juga sering disalahpahami.

Bertentangan dengan yang dipercaya kebanyakan orang, ketahanan mental adalah justru motivasi tingkat tinggi yang mengatasi kemunduran pada atlet yang kemudian membuat mereka menjadi fokus kepada tujuan dirinya.

Keterampilan ini dimiliki oleh atlet-atlet para. Kemampuan mempertahankan motivasi dan tetap percaya diri dalam jangka waktu lama adalah sangat penting dalam usaha untuk terus sukses di arena-arena olahraga, dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu.

Menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan National Institutes of Health (NIH) di Amerika Serikat, atlet-atlet para justru menarik manfaat besar dari paparan situasi yang sangat menuntut dalam lingkungan yang mendukung seperti suasana kompetisi dalam olahraga.

Situasi ini membantu atlet dalam mengembangkan karakter dan perilaku tangguh yang membuat mereka merengkuh pencapaian tertinggi.

Kekuatan atau ketangguhan mental ini adalah gabungan dari karakter (yang meliputi tekad, kegigihan, pragmatisme, optimisme, keuletan, kepercayaan diri dan kemandirian), kognisi (perasaan normal, rasa terbebaskan, menolak kondisi dalam kendala, persepsi mengenai pengaruh dan terhubung dengan yang lain), dan strategi kognitif (pikiran yang rasional, fokus kepada tujuan, dan cara mengelola serta mengendalikan rasa sakit).

Tak seperti umumnya olahragawan, atlet-atlet para sudah pasti mengalami trauma hidup yang mendalam.

Atlet para melewati apa yang disebut Post Traumatic Growth (PTG) yang adalah pengalaman perubahan positif yang terjadi sebagai akibat dari perjuangan yang sangat menantang dari situasi-situasi kehidupan yang dihadapi.

Atlet para juga memiliki kesempatan untuk tumbuh di tengah kesulitan yang dihadapinya, namun mereka membutuhkan berbagai sumber daya untuk menangkal hal itu, selain sistem pendukung agar dirinya bisa berkembang.

Inilah salah satu aspek menarik dari kompetisi antar atlet para, termasuk selama ASEAN Para Games 2022 di Solo.

Ajang ini bukan hanya tentang kompetisi untuk berebut medali dan perjuangan melahirkan rasa bangga pada diri atlet dan tempat serta masyarakat asal mereka.

Karena ajang ini juga menjadi media dan sekolah dari mana masyarakat Asia Tenggara umumnya dan Indonesia khususnya memetik pelajaran dan memperoleh referensi mengenai cara mengembangkan mental yang tangguh agar bertahan dan mencapai hasil terbaik dalam hidup.

Baca juga: Semangat kolektivitas dan inklusivitas dalam ASEAN Para Games 2022
Baca juga: Perlakuan pemerintah kepada atlet difabel dicontoh negara lain

 

Copyright © ANTARA 2022