Itulah layanan Rosita atau restorasi arsip penting kita, yang dilakukan di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta
Yogyakarta (ANTARA) - Berbekal plastik mika, cairan anti jamur, lem kertas, dan kertas tisu super tipis, dua petugas restorasi dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta berusaha memperbaiki arsip tua milik pemerintah daerah setempat.

Surat dari salah satu dinas yang terlihat sudah usang dengan kertas yang berubah warna menjadi kecoklatan dan tulisan yang mulai pudar tersebut diangkat hati-hati karena kertas mudah robek.

Cairan antijamur yang ditempatkan di botol khusus pun disemprotkan. Cairan selembut embun membuat kertas menjadi sedikit lembab. Namun, proses tersebut dijamin tidak merusak kertas tetapi justru akan menjaga agar tidak ada jamur yang muncul di kemudian hari.

Surat pun diletakkan di atas plastik mika yang berukuran lebih besar lalu ditutup dengan kertas tisu yang sangat tipis. Adonan lem pun disapukan agar kertas tisu dan arsip yang sudah tua menyatu.

"Kertas tisu ini sangat tipis jadi untuk meletakkannya harus sangat hati-hati karena mudah robek. Jika sudah robek, maka harus diganti baru," kata Koordinator Restorasi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta Haeriah.

Setelah sapuan lem dirasa cukup dan rata, proses selanjutnya adalah mengeringkan di rak khusus yang disusun bertumpuk. Proses pengeringan membutuhkan waktu sekitar dua hari.

Arsip yang sudah kering kemudian dimasukkan ke mesin "press" agar kertas asli dan kertas tisu semakin menyatu. Proses penekanan dilakukan selama tiga hari.

"Sekali tekan, bisa 50 sampai 75 lembar dokumen sekaligus. Jadi, total waktu yang kami butuhkan untuk memperbaiki satu lembar dokumen minimal sekitar lima hari," katanya.

Dokumen yang sudah hampir "pulih" seperti sediakala itu kemudian dipotong sesuai ukuran asli kertas dan disimpan kembali dalam map yang sudah diberi nomor sesuai urutan restorasi.

Ia meng-klaim, dokumen yang sudah menjalani proses restorasi mampu bertahan lebih lama bahkan bisa bertahan sekitar 100 tahun. "Tulisan yang semula terlihat pudar juga bisa kembali terlihat dan bisa dibaca dengan jelas. Pinggiran kertas yang semula tidak rata akan kembali rata," katanya.

Jika terjadi kerusakan di tengah dokumen seperti robek atau berlubang, maka restorasi dilakukan tanpa menambah isi dokumen asalkan informasi lain yang ada di dalam dokumen dinilai masih cukup mendukung.

"Ada beberapa perlakuan khusus yang juga kami lakukan sebelum merestorasi dokumen atau surat. Misalnya melapisi kertas dengan lilin agar cap basah atau tulisan tidak luntur ketika disemprot cairan anti jamur," katanya.

Itulah layanan Rosita atau restorasi arsip penting kita, yang dilakukan di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta.

Restorasi tidak hanya dilakukan sebatas pada arsip atau dokumen dan surat-surat penting yang dimiliki Pemerintah Kota Yogyakarta saja tetapi masyarakat juga bisa memanfaatkan Rosita untuk memperbaiki arsip penting mereka.

Akta kelahiran, kartu keluarga, sertifikat tanah, ijazah, dan arsip-arsip penting lain yang sudah usang atau rusak bisa direstorasi tanpa dipungut biaya sepeserpun asalkan memenuhi syarat.

"Tentunya, syaratnya adalah arsip milik warga Kota Yogyakarta dibuktikan dengan identitas kependudukan," katanya.

Setiap arsip dari masyarakat yang sudah diperbaiki akan dicatat dalam berita acara yang diketahui kedua belah pihak bahwa arsip yang diperbaiki sudah kembali ke tangan pemilik.

"Jangan sampai terjadi ada yang mengaku meninggalkan arsip di sini lalu meminta arsip mereka. Makanya, kami buatkan berita acara yang bisa menjadi bukti bahwa arsip telah diserahkan kembali ke pemilik yang bersangkutan," katanya.

Setiap tahun, Haeriah dan enam petugas restorasi di Kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta melakukan perbaikan terhadap 700-800 lembar dokumen arsip penting.

Sekitar 10 persen di antaranya adalah dokumen dari masyarakat dan sisanya surat-surat hingga kartografi penting milik Pemerintah Kota Yogyakarta.

Salah satu dokumen penting yang pernah direstorasi adalah dokumen yang diterbitkan pada 1954 oleh Dinas Perumahan Kota Yogyakarta yang saat ini sudah tidak ada. Sebagian besar adalah dokumen kartografi yang berisi gambar teknik struktur atau konstruksi bangunan gedung.

Selain itu, ada pula dokumen kartografi yang diterbitkan pada 1916 yang masih menggunakan Bahasa Belanda. "Kami pun berkonsultasi ke Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DIY untuk memastikan tulisan dan ejaan Bahasa Belanda yang dimaksud sudah benar," katanya.

Bekas RPH 

Gedung yang digunakan untuk layanan arsip menempati bangunan yang semula difungsikan sebagai rumah pemotongan hewan (RPH).

Berbagai bagian di kompleks kantor yang berada di tepi Sungai Winongo itu pun masih menyisakan sejumlah peralatan yang pernah digunakan di rumah pemotongan hewan, di antaranya jalur besi di bagian atap untuk memindahkan karkas sapi usai dipotong.

"Kami masih mempertahankan beberapa bagian dari bangunan lama. Bagaimanapun juga, ini bagian dari sejarah yang juga perlu dipertahankan. Bisa dibilang, ini bagian arsip juga," kata Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta Suryatmi.

Ruangan tersebut kemudian digunakan sebagai ruangan penyimpanan arsip yang sudah direstorasi.

Deretan kardus berisi ribuan arsip yang sudah direstorasi ditata rapi di puluhan lemari kayu didesain terbuka yang berjajar rapi.

Hanya saja, ruangan penyimpanan arsip kertas tersebut masih membutuhkan penambahan fasilitas salah satunya untuk memastikan suhu dan kelembapan ruangan memenuhi syarat untuk menjaga arsip tetap dalam kondisi baik.

Suhu ruangan yang dibutuhkan berkisar 18-25 derajat Celcius. "Kami sedang dalam proses pengadaan menambah pendingin ruangan sehingga suhu ruangan penyimpanan ini ideal untuk menyimpan arsip kertas," katanya.

Tidak hanya menyimpan arsip kertas, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta juga menyimpan puluhan ribu arsip foto terkait sejarah perjuangan hingga perkembangan Kota Yogyakarta. Jumlah arsip foto yang tersimpan tercatat sebanyak 22.485 nomor.

Untuk menjaga agar arsip dalam kondisi yang baik, maka dilakukan penyimpanan secara khusus selain alih media dengan cara digitalisasi.

Arsip foto dalam bentuk fisik disimpan dengan memasukkannya ke dalam amplop khusus yang diberi keterangan dan nomor lalu disimpan di rak aluminium besar.

Suhu dan kelembapan ruangan pun dijaga agar ideal sehingga foto tidak mudah rusak.

Salah satu foto yang dinilai cukup bersejarah dan tersimpan di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan adalah foto pertemuan Letkol Soeharto yang kemudian menjadi Presiden Indonesia dengan Jenderal Sudirman membahas pelucutan senjata tentara Jepang. Foto tersebut diakuisisi dari Pemerintah Jawa Tengah.

Selain itu, ada pula foto wali kota pertama Kota Yogyakarta yang dipilih langsung oleh Bung Karno.

Meskipun layanan restorasi dilakukan di bekas rumah pemotongan hewan yang seolah berbanding terbalik dengan fungsi awal gedung sebagai tempat pemotongan hewan, namun menyelamatkan dan memperpanjang usia arsip penting untuk menjaga sejarah.

Arsip adalah bagian dari sejarah yang seolah bisa membalikkan waktu untuk kembali ke masa lampau dan belajar untuk masa depan.

Baca juga: ANRI beri predikat sangat memuaskan untuk pengelolaan arsip Yogyakarta

Baca juga: 12.800 arsip foto Yogyakarta didigitalisasi melalui Cintia

Baca juga: Yogyakarta siapkan wisata arsip Widuri

Baca juga: Arpusda Yogyakarta butuh tambahan armada "mulan jamila"


 

Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022