Yogyakarta (ANTARA) - Sebanyak 300 pedagang dan buruh gendong di Pasar Beringharjo Yogyakarta menggelar Upacara Peringatan HUT Ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia di lokasi bongkar muat lantai dua pasar tradisional terbesar di Kota Yogyakarta tersebut.

“Setelah 77 tahun Indonesia merdeka, ini adalah Upacara Peringatan HUT RI pertama kali yang digelar pedagang Pasar Beringharjo,” kata Sesepuh Paguyuban Pedagang Pasar Beringharjo Darmastono yang sekaligus bertindak sebagai Inspektur Upacara di Pasar Beringharjo Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, Upacara HUT RI tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan pedagang pasar tentang pengorbanan para pejuang dalam meraih kemerdekaan sehingga yang perlu dilakukan saat ini adalah mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya.

Sebagai pedagang, lanjut dia, perjuangan mengisi kemerdekaan bisa dilakukan dengan menjadi pedagang yang memahami hak dan kewajiban dengan baik.

“Sebagai pedagang, kami memiliki hak berjualan di Pasar Beringharjo tetapi pedagang juga memiliki kewajiban untuk mematuhi aturan berjualan di pasar, seperti yang sudah ditetapkan pemerintah daerah,” katanya.

Baca juga: Buruh gendong Beringharjo, sehari mencicipi arena "catwalk"

Ia meminta pedagang lain untuk selalu bahu membahu memajukan pasar tradisional terlebih di masa digitalisasi saat ini sehingga keberadaan pasar tradisional tidak tergilas kemajuan zaman akibat kecepatan teknologi dan penjualan secara daring.

Namun demikian, ia meyakini pedagang di Pasar Beringharjo mampu bertahan dan mengikuti kemajuan zaman karena pasar memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai tempat jual beli sekaligus tempat interaksi sosial.

“Oleh karenanya, pedagang di Pasar Beringharjo harus bisa memberikan pelayanan terbaik ke konsumen. Melayani dengan ramah dan sopan. Dengan demikian pasar tradisional tetap digemari masyarakat,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta Veronica Ambar Ismuwardani mengatakan Upacara Peringatan HUT RI di Pasar Beringharjo adalah murni inisiatif para pedagang.

“Kami sangat mendukung inisiatif tersebut karena menunjukkan bahwa pedagang memiliki semangat nasionalisme yang tinggi,” katanya.

Baca juga: Pasar Beringharjo segera bersolek fasad menjadi putih tulang

Semangat tersebut, lanjut Ambar, bisa menjadi modal untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang, termasuk era digitalisasi yang semakin cepat.

“Kami yakin pedagang memahami tantangan tersebut sehingga nantinya akan terjalin komunikasi yang lebih mudah dengan pedagang untuk menyamakan persepsi tentang bagaimana menghadapinya,” katanya.

Pasar Beringharjo, lanjut dia, adalah saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan karena pasar tersebut berdiri sebelum kemerdekaan.

“Jika ditanya, maka Pasar Beringharjo akan memiliki cerita yang sangat panjang tentang perjuangan meraih kemerdekaan. Atau jika dibukukan, akan berjilid-jilid dan sangat panjang,” katanya.

Baca juga: Pedagang produk fesyen Beringharjo gencarkan penjualan daring

Ia berharap nantinya Upacara Peringatan HUT RI tersebut tidak hanya dilakukan di Pasar Beringharjo saja tetapi bisa dilakukan di semua pasar tradisional. Di Kota Yogyakarta terdapat 29 pasar tradisional dengan total sekitar 15.000 pedagang.

Sementara itu, salah satu buruh gendong di Pasar Beringharjo Ngadinem mengaku senang mengikuti Upacara HUT RI meskipun harus berdiri cukup lama di tengah terik matahari.

“Tentunya senang karena bisa ikut upacara. Ada banyak teman juga yang ikut. Ini pertama kali ada upacara kemerdekaan di pasar,” katanya.

Saat mengikuti upacara, Ngadinem yang sudah berusia 73 tahun mengenakan kemeja merah dan kain batik didominasi warna putih.

Ia yang sudah lebih dari 50 tahun menjalani profesi buruh gendong mengaku akan ikut upacara lagi tahun depan jika kegiatan tersebut kembali digelar dan ia masih diberi umur panjang.

Upacara Peringatan HUT RI di Pasar Beringharjo diakhiri dengan pelepasan 17 ekor burung merpati dilanjutkan pemotongan tumpeng dan kirab pedagang mengelilingi pasar.

Setiap kelompok pedagang sesuai paguyuban masing-masing mengenakan "dress code" yang berbeda-beda, mulai dari pakaian kebaya, penari, hingga seragam sekolah dan guru.

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022