Kemeriahan perlombaan menjadi momentum pelepas kejenuhan dan kepenatan selama pandemi virus corona
Sleman (ANTARA) - Pendiri dan Pembina Yayasan Omah Kreasi Centre Yogyakarta Khoirun Nisa menilai pada  momentum perayaan HUT Ke-77 RI ini masyarakat layak bergembira setelah lebih dari dua tahun kegembiraan tersebut nyaris hilang akibat pandemi COVID-19.

"Masyarakat layak bergembira di Bulan Kemerdekaan ini. Kemeriahan perlombaan menjadi momentum pelepas kejenuhan dan kepenatan selama pandemi virus corona," kata Khoirun Nisa melalui pesan tertulisnya di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, kemeriahan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia sebagai ucapan syukur sekaligus titik tolak untuk pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat.

"Pemerintah dengan cermat dan tepat mengusung tema hari ulang tahun ke-77 untuk mengingatkan kita bersama agar tidak berpuas diri namun hendaknya segera pulih dan bangkit, bahkan pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat," katanya.

Baca juga: Ratusan pedagang Pasar Beringharjo Yogyakarta gelar Upacara HUT RI

Ia mengatakan, perayaan HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia terasa lebih meriah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Semasa pandemi COVID-19 masih menggelayut, segenap elemen bangsa dan negara berupaya terus tangguh dan tumbuh.

"Kini, semangat itu terwujud dalam beragam aktivitas lomba dan pentas kegembiraan khas bulan Agustus. Semarak lomba menyambut hari kemerdekaan Indonesia diikuti dengan gegap gempita oleh masyarakat," katanya.

Paling banyak adalah lomba dalam kelompok yang menuntut kekompakan dan menciptakan kemeriahan massal, seperti lomba memasukkan pinsil ke mulut botol, dan membawa kelereng dengan sendok makan.

Sedangkan Donum Theo, aparatur sipil negara di Kementerian Komunikasi dan Informatika RI mengatakan kemeriahan perayaan ulang tahun kemerdekaan RI ini terwujud di atas kebiasaan tahunan yang sudah mendarah daging.

"Bahkan, kehadiran teknologi dan internet tidak dapat menggantikan pola perilaku masyarakat kita dalam perayaan kemerdekaan sampai hari ini, tetap lebih dominan lomba luring dibandingkan dengan daring," katanya.

Baca juga: Omzet pedagang kaki lima Malioboro meningkat pada HUT Kemerdekaan RI

Menurut dia, lomba daring dalam rangka merayakan kemerdekaan tidak memiliki akar dalam tradisi dan budaya sebagai identitas bangsa Indonesia.

"Mungkin nanti hanya generasi Z dan generasi Alfa kita yang lebih menikmati lomba daring melalui gawai berbasis teknologi internet, dan bukannya tanpa tantangan karena dua generasi ini tengah dicap sebagai generasi stroberi yang unik namun rapuh," kata laki-laki kelahiran Yogyakarta ini.

Ia mengatakan identitas budaya bangsa Indonesia tercermin dalam setiap nilai dan butir pengamalan Pancasila.

"Sayangnya, cerminan itu menjadi buram dengan serbuan hoaks, ujaran kebencian, hingga intoleransi yang bermunculan seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi," katanya.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Nisa, yang menilai bahwa tantangan identitas budaya menemukan realitas pahit yaitu hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi yang menyerang keberagaman kita, yaitu Bhineka Tunggal Ika.

"Maka, diperlukan upaya bersama untuk menjaga dan memperkuat implementasi nilai-nilai Pancasila dalam praktik keseharian yang betul-betul mengakar di tengah masyarakat," katanya.

Baca juga: Pengendara di Titik Nol Yogyakarta berhenti saat detik proklamasi
 

Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022