Jakarta (ANTARA) - Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar mengemukakan bahwa Pancasila menjadi landasan bernegara di Indonesia untuk mengatur jarak sosial antara wilayah agama dan negara.

"Jangan sampai atas nama negara, tapi seenaknya melakukan tindakan intervensi yang berlebihan terhadap agama yang merupakan otonomi orang yang punya agama itu sendiri," kata Nasaruddin Umar dalam Konferensi Internasional: Kebebasan Beragama, Supremasi Hukum, dan Literasi Kebudayaan Lintas Agama yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Selasa malam.

Baca juga: BPIP ajak bangsa Indonesia kembalikan agama sebagai hal membahagiakan

Ia mengatakan campur tangan negara yang terlalu berlebihan pada urusan agama, menjadi indikator bahwa negara tersebut bermasalah.

"Begitu pula sebaliknya, agama yang memiliki kavelingnya sesuai kesepakatan dan terlalu jauh merecoki teknik bernegara, itu juga melampaui batas," kata Nasaruddin menambahkan.

Menurut dia, definisi negara dan agama penting untuk diketahui masyarakat, sebab agama bisa memberi penolakan atau legitimasi terhadap negara.

Baca juga: Akademisi sebut tak ada Islamofobia di Indonesia karena Pancasila

Nasaruddin mengatakan Indonesia pantas menjadi negara percontohan untuk toleransi. Contohnya, Terowongan Toleransi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral Jakarta.

"Tadinya kami ditentang, tapi Presiden Joko Widodo memberikan dukungan dan menjadi ikon internasional, bahkan dicontoh di beberapa daerah dan negara," katanya.​​​​​​​

Nasruddin mengimbau masyarakat untuk menghindari kepercayaan kepada kelompok-kelompok yang menebar energi negatif tentang keluhuran agama.

Baca juga: Ketum PBMA: Agama itu menyatukan, bukan memecah belah

"Kekerasan atas nama apapun, kepada siapapun, tidak boleh atas nama negara. Apabila ada penafsiran agama yang menghalalkan segala bentuk kekerasan, itu harus ditolak," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022