Sydney (ANTARA) - Pasar saham Asia lesu pada awal perdagangan Senin, karena investor bersiap selama seminggu penuh dengan 13 pertemuan bank sentral yang pasti akan melihat kenaikan biaya pinjaman di seluruh dunia dan beberapa risiko dari kenaikan suku bunga berukuran besar di Amerika Serikat.

Pasar sudah sepenuhnya memperkirakan kenaikan suku bunga 75 basis poin dari Federal Reserve, dengan kontrak berjangka menunjukkan peluang 18 persen untuk kenaikan poin persentase penuh.

Mereka juga menunjukkan tingkat peluang 50-50 bisa melonjak setinggi 5,0-5,25 persen ketika The Fed dipaksa untuk mengarahkan ekonomi ke dalam resesi untuk meredam inflasi.

"Seberapa tinggi suku bunga dana pada akhirnya harus bergerak?" kata Jan Hatzius, kepala ekonom Goldman Sachs.

"Jawaban kami adalah cukup tinggi untuk menghasilkan pengetatan dalam kondisi keuangan yang memaksakan hambatan pada aktivitas yang cukup untuk mempertahankan lintasan pertumbuhan yang kuat di bawah potensi."

Dia memperkirakan The Fed akan menaikkan 75 basis poin pada Rabu (21/9/2022), diikuti oleh dua langkah setengah poin pada November dan Desember.

Yang juga penting adalah perkiraan "dot plot" anggota Fed untuk suku bunga yang cenderung hawkish, menempatkan suku bunga dana pada 4-4,25 persen pada akhir tahun ini, dan bahkan lebih tinggi tahun depan.

Risiko itu membuat imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun melonjak 30 basis poin minggu lalu mencapai tertinggi sejak 2007 di 3,92 persen, sehingga membuat saham terlihat lebih mahal dan menyeret S&P 500 turun hampir 5,0 persen untuk minggu tersebut.

Senin pagi, hari libur di Jepang dan Inggris membuat awal yang lambat dan kontrak berjangka S&P 500 naik 0,1 persen, sementara kontrak berjangka Nasdaq datar.

Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang merangkak naik tipis 0,1 persen, setelah turun hampir 3,0 persen minggu lalu. Nikkei Jepang ditutup untuk hari libur publik, tetapi kontrak berjangka menyiratkan indeks di 27.335 poin dibandingkan dengan penutupan Jumat (16/9/2022) di 27.567 poin.

Survei fund manager terbaru BofA menunjukkan alokasi untuk saham global berada pada titik terendah sepanjang masa.

"Tetapi dengan imbal hasil AS dan tingkat pengangguran menuju 4-5 persen, sentimen buruk tidak cukup untuk mencegah S&P membuat posisi terendah baru untuk tahun ini," analis BofA memperingatkan dalam sebuah catatan.

"Rangkaian 38 indikator pertumbuhan eksklusif kami menggambarkan prospek suram untuk pertumbuhan global, namun kami menatap salah satu episode pengetatan paling agresif dalam sejarah, dengan 85 persen bank sentral global dalam mode pengetatan."

Sebagian besar pertemuan bank minggu ini - dari Swiss hingga Afrika Selatan - diperkirakan akan meningkat, dengan pasar terpecah tentang apakah bank sentral Inggris (BOE) akan naik 50 atau 75 basis poin.

"Data penjualan ritel terbaru di Inggris mendukung pandangan kami bahwa ekonomi sudah dalam resesi," kata Jonathan Petersen, ekonom pasar senior di Capital Economics.

"Jadi, meskipun sterling mencapai level terendah multi-dekade baru terhadap dolar minggu ini, kekuatan relatif ekonomi AS menunjukkan kepada kami bahwa pound akan tetap di bawah tekanan."

Sterling terjebak di 1,1436 dolaar setelah mencapai palung 37 tahun di 1,1351 dolar minggu lalu,

Yang aneh adalah bank sentral Jepang (BOJ) yang sejauh ini tidak menunjukkan tanda-tanda akan meninggalkan kebijakan kurva imbal hasil uber-easy meskipun yen mengalami penurunan drastis.

Dolar stabil di 142,78 yen pada Senin, setelah mundur dari puncak 24 tahun baru-baru ini di 144,99 dalam menghadapi peringatan intervensi yang semakin keras dari pembuat kebijakan Jepang.

Euro bertahan di 1,1021 dolar, setelah naik tipis dari level terendah baru-baru ini di 0,9865 dolar berkat komentar yang semakin hawkish dari Bank Sentral Eropa.

Terhadap sekeranjang mata uang, dolar stabil di 109,60, tidak jauh dari tertinggi dua dekade di 110,79 yang disentuh awal bulan ini.

Kenaikan dolar dan imbal hasil telah menjadi hambatan bagi emas, yang melayang di 1.678 dolar AS per ounce setelah mencapai posisi terendah yang tidak terlihat sejak April 2020 pekan lalu.

Harga minyak mencoba untuk bangkit pada Senin, setelah turun sekitar 20 persen sejauh kuartal ini di tengah kekhawatiran tentang permintaan karena pertumbuhan global melambat. Brent naik 60 sen menjadi diperdagangkan di 91,95 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS naik 55 sen menjadi diperdagangkan di 85,66 dolar AS per barel.

Baca juga: Pasar saham Asia merosot terseret risiko resesi yang tetap tinggi

Baca juga: Saham Asia melemah setelah IMF dan Bank Dunia isyaratkan risiko resesi

Baca juga: Saham Asia lanjutkan penurunan global, petunjuk intervensi angkat yen

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022