Jakarta (ANTARA) -
Ekonomi digital akan menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia di masa mendatang, juga diyakini sebagai simpul ekonomi baru yang akan membantu keluar dari perangkap negara berpendapatan menengah, sekaligus mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa ekonomi digital Indonesia akan tumbuh pesat hingga delapan kali lipat menjadi Rp4.531 triliun pada 2030 atau yang terbesar di Asia Tenggara, dari yang sebelumnya Rp632 triliun pada 2020.

Namun, mengacu pada hasil survei AlphaBeta dan Amazon Web Services (AWS), hanya terdapat 19 persen tenaga kerja Indonesia yang memiliki dan mengaplikasikan kemampuan digital pada tahun 2020.

Angka ini jauh tertinggal dari negara Asia Pasifik lainnya, yakni Jepang yang sebanyak 58 persen, Korea Selatan 62 persen, Singapura 63 persen, dan Australia 64 persen.

Padahal, saat ini sekitar 54 persen dari total jumlah penduduk Indonesia berusia muda di bawah 35 tahun dengan penggunaan internet lebih dari 8 jam per hari.

Dengan fakta itu, saat ini Indonesia kekurangan talenta digital berkompeten yang mengancam pertumbuhan industri teknologi dengan perkiraan unrealized output senilai 21,8 miliar Dolar AS.

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan adanya kekurangan sekitar 600 ribu talenta digital per tahun, yang artinya Indonesia membutuhkan 9 juta talenta digital yang berkompeten dalam 15 tahun ke depan.


Pengembangan talenta

​​​​​
Talenta digital memiliki peran yang fundamental dalam ekosistem ekonomi digital di masa mendatang, maka dari itu, berbagai pihak perlu mempersiapkan talenta digital yang kompeten mulai dari saat ini.

Ketua Indonesia Fintech Society Rudiantara mengatakan ada dua area kemampuan digital yang perlu dikembangkan ke depan, yakni kompetensi vertikal yang terdiri dari operasi devices dan software, literasi data dan informasi, penciptaan konten dan produk digital, serta kemampuan cloud computing.

Lalu, kompetensi digital horizontal yang terdiri dari komunikasi dan kolaborasi, etika dan keamanan, pemecahan permasalahan dan manajemen proyek digital.

Dia mengatakan berbagai pihak perlu mendorong dua area kemampuan digital ini, baik di tingkat dasar (basic digital skills) maupun tingkat lanjut (advanced digital skills), untuk mengakselerasi ketersediaan talenta digital yang berkualitas.

Dengan itu, pertama, perlu mengoptimalkan peran lembaga pendidikan formal dengan memfasilitasi pengembangan keterampilan digital secara merata baik di tingkat menengah maupun perguruan tinggi.

Tercatat, jumlah siswa setara menengah atas di Indonesia mencapai 24 juta dan jumlah mahasiswa mencapai 9 juta pada tahun 2021.

Kedua, perlu memperluas kesempatan kerja untuk untuk skilling, re-skilling, dan up-skilling kemampuan digital di luar pendidikan formal.

Ketiga, perlu meningkatkan keterjangkauan akses pada pelatihan keterampilan digital, baik pada lembaga pelatihan pemerintah maupun lembaga pelatihan swasta.

Keempat, perlu mendorong industri atau perusahaan untuk ikut mengembangkan talenta digital melalui kanal on the job training (OJT) secara merata.

Tidak bisa dipungkiri, pengembangan talenta digital juga harus sejalan dengan pengembangan infrastruktur dan regulasi agar terjadi peningkatan adopsi digital, mencegah digital divide, dan mencegah potensi gap keterampilan digital yang besar antar kota metro dan non-metro.


Upaya pengembangan

Dalam upaya meningkatkan kemampuan talenta digital, saat ini pemerintah sedang menerapkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai bagian inti dari kurikulum pendidikan, dan kejuruan, serta program pelatihan membantu pekerja dalam menyesuaikan dinamika dunia kerja yang telah bertransformasi menggunakan teknologi digital.

Lalu, melalui program Kartu Prakerja, pemerintah memberikan kemungkinan kepada para pekerja, pencari kerja dan pemilik UMKM untuk memperoleh kompetensi baru atau meningkatkan keterampilan yang sudah ada melalui platform digital.

Kemudian, pemerintah sedang menjalankan program Making Indonesia 4.0 dalam mempersiapkan menghadapi era industri digital 4.0. yang berfokus pada tujuh sektor industri, yakni makanan-minuman, tekstil, otomotif, kimia, elektronik, alat kesehatan dan farmasi.

Program ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebesar 70 persen dari total PDB industri, 65 persen ekspor industri, dan 60 persen tenaga kerja industri Indonesia.

Selain itu, pemerintah juga sedang mendirikan Pusat Industri Digital Indonesia 4.0 (PIDI 4.0) sebagai solusi satu atap penerapan industri 4.0 di Indonesia.

PIDI 4.0 memiliki memiliki lima pilar dan fungsi layanan transformasi yang meliputi Showcase Center, Ecosystem Industri 4.0, Capability Center yang sudah dilengkapi Logistics Service Providers (LSP), Pusat Pendampingan serta Rekayasa dan Kecerdasan Intelektual.

Namun demikian, pengembangan talenta digital juga harus dibarengi dengan infrastruktur yang memadai dan merata, serta regulasi yang adaptif, agile, dan progresif, agar dapat menciptakan iklim bisnis digital yang sehat.

Menjawab hal itu, pemerintah sedang membangun fasilitas infrastruktur, fisik maupun digital, mulai dari peningkatan jaringan fiber optik, menara base transceiver station (BTS), pusat data, high throughput satellite (HTS), hingga pengembangan jaringan 5G.

Selain itu, juga sedang mengimplementasikan Low Earth Satellite Orbit atau Satelit Orbit Bumi Rendah.

Sedangkan, terkait regulasi, pemerintah sedang menyiapkan Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi yang ditujukan untuk melindungi masyarakat dalam melakukan transaksi di dalam ekosistem ekonomi digital di masa mendatang.

Dengan UU ini akan menjadikan Indonesia sebagai negara kelima di Asia Tenggara yang memiliki undang-undang khusus tentang perlindungan data pribadi setelah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.

Dengan berbagai upaya seperti pengembangan kompetensi talenta, infrastruktur dan regulasi, diharapkan akan membuat Indonesia lebih siap dalam menyambut ekosistem ekonomi digital pada 2030 nanti.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022